Page 57 - hujan
P. 57
Lail ikut tertawa, merapatkan syal di leher. Udara dingin me nerpa wajah. Suhu
rata-rata di kota mereka sudah menyentuh lima belas derajat—tapi itu lebih
baik dibanding negara-negara subtro pis yang mengalami musim dingin ekstrem
sepanjang tahun.
”Aku tadi disuruh mengantar dokumen ke kantor Wali Kota, pusat komando
darurat,” gantian Esok yang bercerita. ”Aku sempat menguping percakapan
petugas di sana. Kita akan menghadapi masalah baru.”
Lail menatap Esok dengan wajah cemas.
”Stok makanan berkurang. Distribusi dari sentra pertanian terhambat. Hampir
sembilan puluh persen gagal panen, dan petani kesulitan mengolah lahan karena
tumpukan abu, ber ubahnya cuaca, serta hujan asam. Hewan-hewan ternak juga
banyak yang mati.”
Lail menelan ludah. ”Apakah itu serius?”
Esok mengangguk, tapi wajahnya tidak secemas itu. ” Kamu tidak perlu
khawatir, mereka akan memikirkan solusinya. Ilmu pengetahuan selalu bisa
mengatasi masalah.”
Empat belas hari mengenal Esok, Lail mulai tahu betapa pandai nya Esok.
Anak laki-laki itu genius. Seperti keberhasilan menyedot air bersih dari dalam
tanah, itu atas ide brilian Esok. Petugas sudah menyerah, juga marinir, mereka
tidak punya mesin pompa besar yang cukup untuk me narik air sedalam itu.
Esok mengusulkan agar mereka menyusun belasan pompa kecil secara paralel.
Tidak ada yang mengerti pen jelasan Esok, hingga dia menyusunnya dengan
cermat, meng hubungkan lima belas pompa air sedemikian rupa dan air ber hasil
disedot.
”Aku punya hadiah untukmu.” Esok mengambil sesuatu dari balik jaket
tebalnya.
” Untukku?” Lail berseru senang, menerima hadiah itu.
”Aku dapatkan dari pengungsian Century Mall.” Esok men jelaskan.
Sebuah celemek motif bunga-bunga.
”Aku tahu kenapa aku dipindahkan dari bagian mencuci ke me masak.” Lail