Page 52 - hujan
P. 52

Dia   menyeka     pipinya.   Bukankah    ibunya    selalu   bilang,   dia   anak   yang   kuat.

                Sedangkan ayahnya selalu meyakinkan, Lail adalah anak yang bisa diandalkan.

                  Lail mengusap pipinya.
                  Kejadian   besar   seperti   itu   selalu   bisa   membuat   orang   cepat   dewasa.   Mereka

                tidak  bisa  menghindar,  tidak  bisa  melawan.  Me reka  hanya  bisa  memeluk  semua

                kesedihan,  memeluknya  erat-erat,  termasuk  bagi  anak  perempuan  usia  tiga  belas
                tahun.

                  Lail dan Esok tiba di stadion saat matahari telah tenggelam.

                  ” Kamu   hanya   diberi   waktu   satu   jam,   Esok!   Lihat,   sekarang   pukul   berapa?”
                Marinir yang berjaga di depan stadion terlihat jengkel.

                  ”Aku minta maaf, kami terjebak hujan.”

                  ” Kalaupun    kamu   terjebak   hujan,   kamu   tetap   bisa   pulang   lebih   cepat,   hah!
                Hujan  tidak  turun  hingga  sore.  Petugas  mem butuh kan  sepeda  itu.  Kalian  pasti

                berkeliaran di kota.”

                  ” Kami  tidak  berkeliaran.  Kami  menjenguk  ibu  Esok  di  rumah  sakit,”  kali  ini
                Lail  yang  menjelaskan,  melangkah  maju  di  depan  Esok  yang  masih  memegang

                setang   sepeda.   ” Kami   minta   maaf.   Ini   salahku.   Aku   berjanji   tidak   lagi   pergi

                meninggalkan      peng ungsian   tanpa   izin.   Aku   juga   berjanji   akan   membantu   di
                sini.”

                  Marinir  itu  menghela  napas,  menatap  wajah  Lail.  ” Baik.  Kali an  segera  masuk.

                Sudah hampir jadwal makan malam. Tinggal kan sepedanya di sini.”

                  Lail dan Esok bergegas masuk sebelum marinir itu berubah pikiran.
                  ” Kamu berhasil membuat marinir itu mengalah.” Esok tertawa kecil. ”Aku pikir

                saat  melihat  wajah  galaknya,  dia  tidak  akan  membiarkan  kita  menginap  lagi  di
                pengungsian.”

                  Mereka berjalan melintasi lorong tenda-tenda.

                  ” Terima kasih banyak,” Lail berkata pelan. Langkahnya ter henti.

                  Esok menoleh, ikut berhenti. ” Buat apa?”
                  ” Terima   kasih   banyak   telah   menjemputku    dengan   sepeda   itu   se belum   hujan

                turun.   Juga   terima   kasih   banyak   telah   memegang    tasku   kemarin    di   tangga
   47   48   49   50   51   52   53   54   55   56   57