Page 88 - ISYARAT DAN PERHATIAN_FISIKA (IBN SINA)_CETAK
P. 88

Namun, masalahnya adalah eksistensi fisik, katakanlah dengan tit-
          imangsa singularitas itu, ditaruh di sana oleh siapa, dan apa yang
          menyebabkannya, seringkali luput dari taksiran fisika teoritis sendi-
          ri. Dalam arti inilah filsafat memberikan dasar rasional mengenai
          apa  yang  disebut  “daya”  atau  “penggerak  pertama”  untuk  men-
          jawab sejumlah kebuntuan fisika. Dasar ini—sebagai sebuah kemu-
          ngkinan, sebagaimana juga fisika yang masih terbuka dari banyak
          kemungkinan—jika orang konsisten pada palacakan akan asal-usul,
          senantiasa relevan.
                 Sayangnya  diskontinuitas  ilmu  dari  yang  semata-mata  ra-
          sional dengan yang rasional serta riil mempengaruhi perkembangan
          “nilai” atas pengetahuan secara etis dan sekaligus menghasilkan re-
          duksi seacra epistemologis. Kecenderungan pada semata-mata fisi-
          ka, membawa manusia pada penyempitan rasionalitas tiga dimensi.
          Dimana daya nalar manusia direduksi pada realitas eksternal (ek-
          stra mental) dan sulit sekali mengakui signifikansi realitas mental
          sendiri. Padahal keduanya memiliki kedudukan ontologis sepadan
          sebagai keberadaan.
                 Keasasian  eksistensi  fisik  tak  terhindarkan,  tapi  bukan
          berarti  bahwa  ia  bisa  luput  dari  pertanyaan  yang  menyertainya.
          Melalui analogi anggapan yang berkembang luas bahwa alam se-
          mesta berangkat dari titik singularitas, pertanyaan mengenai “daya”
          atau “penggerak”, dan dilema spasial tak terhindarkan. Karenanya,
          jika ditarik ke belakang secara induktif (materi, ruang, awaktu, gravi-
          tasi, gelombang, serta seluruh aksiden kosmik) meniscayakan kesat-
          uan tidak sekadar pada titik singularitas itu, melainkan pada hukum
          universal atas penggerak pertama, sekaligus yang utama (premium
          mobile). Dan karena sifat substantifnya itulah penggerak ini, dalam
          spektrum masya’iyah Ibn Sina diterjemahkan sebagai “Akal”.
                 Artinya  di  sini  kita  bisa  mengurutkan  dua  hal.  Pertama,
          hukum  sebab-akibat  (kausalitas)  materiil  bersifat  niscaya  karena
          keasasian eksistensi fisik. Tapi sifat “gerak” atau “daya” yang dalam
          term Ibn Sina disebut al-quwwat (kekuatan/daya) gerak pada dirin-
          ya sendiri berasal dari substansi di atas realitas fisik. Jawaban solid
          mengenai hal ini adalah bahwa gerak fisik bersifat terbatas, sebab
          gerak fisik dibatasi jarak dan penyebabnya, tapi daya penggeraknya
          bersifat pasti dan tetap.  Di sini saya tidak ingin mencocokkan leb-
                               11


          88 | IBN SINA
   83   84   85   86   87   88   89   90   91   92   93