Page 52 - E - MODUL STUDI AGAMA KONTEMPORER
P. 52
Sesungguhnya Islam dengan pluralisme dalam pandangan kaum
intelektual Muslim liberal merupakan sesuau yang bukan hanya niscaya,
melainkan juga suatu kebutuhan. Untuk itu, teolog-teolog Muslim liberal
memandang perlu terjadinya dialog antaragama secara lebih intensif dan
produktif untuk menuju saling pengertian antar agama, sehingga dapat
menjadi obsesi kultural. Pertentangan dan perang antaragama tidak perlu
terjadi karena perbedaan pandangan tentang perspektif teologi. Ada
sebagian yang menganut teologi eksklusif-fundamentalis, tetapi ada juga
masyarakat Islam yang menganut teori pluralis dialogis. Di antara mereka
seharusnya saling bekerja sama untuk merespons masalah kemanusiaan.
Perbedaan teologis sudah seharusnya dipandang sebagai bagian dari
proses sejarah yang harus ada sebab realitasnya Tuhan manurunkan
bebagai macam agama yang akhirnya membuat pandangan teologi atas
kitab suci agama-agama menjadi sangat variatif.
Menurut Nurcholis Madjid, ada tiga sikap dialog agama yang dapat
diambil. Pertama, sikap eksklusif dalam melihat agama lain (agama-
agama lainadalah jalan yang salah,yang menyesatkan bagi pengikutnya).
Kedua, sikap inklusif (agama-agama lain adalah bentuk implisit agama
kita). Ketiga,sikap pluralis yang bisa terekspresi dalam macam-macam
rumusan. Misalnya, "Agama-agama adalah jalan yang sama-sama sah
untuk mencapai kebenaan yang sama'', ''Agama-agama lain berbicara
secara berbeda, tetapi merupakan kebenaran-kebenaran yang sama sah",
atau "Setiap agama mengekspresikan bagian penting sebuah kebenaran".
Nurcholis Madjid menulis,
"Sebagai sebuah pandangan keagamaan, pada dasarnya Islam bersifat
inklusif dan merentangkan tafsirannya ke arah yang semakin pluralis.
Sebagai contoh, filsafat perennial yang sekarang semakin banyak
dibicarakan dalam dialog antaragama di Indonesia yang merentangkan
pandangan pluralis dengan mengatakan bahwa setiap agama sebenarnya
merupakan ekspresi keimanan terhadap Tuhan yang sama. Ibarat rida,
47