Page 73 - MODUL SUFA REVISI
P. 73

pasukan  lapis  baja  dan  pesawat  udara  yang  memborbardir  daerah  yang  akan

               dilewati  mulai  bergerak  menerobos  pertahanan  pejuang.  Barikade-berikade  yang

               dipasang Geni Pioner bersama rakyat dengan mudah dilewati. Dalam serangan ini,

               Prajurit Sasmito yang saat itu tengah bertugas mengawal pengiriman peluru dengan
               truck Gurkha dari Bondowoso ke Klabang hancur luluh tubuhnya ketika truck yang

               ditumpanginya  memedak  tertembak  kapal  terbang  musuh  di  pertigaan  Kampung

               Arab  Bondowoso.  Korban  lainnya  adalah  Prajurit  Emodin  ditembak  musuh  di

               Kalitapen, Prajurit Soedadi dan juga Dja’is.


                       Perlawanan  frontal  pejuang  baru  terjadi  ketika  musuh  memasuki  kota

               Bondowoso, ajang pertempuran berkobar di seluruh pelosok kota. Namun, karena
               jumlah personil dan bersenjata tidak seimbang maka dalam waktu yang tidak terlalu

               lama perlawanan pasukan pun menjadi semakin lemah. Untuk  menghindari terus

               bertambahnya  korban,  Mayor  EJ.  Magenda,  sambil  terus  berkeliling  dengan

               kudanya  di  medan  pertempuran,  kemudian  mengintruksikan  pasukan  untuk

               mundur ke daerah gunung di sebelah barat kota. Pasukan pun kemudian bergerak
               mundur  kearah  barat  melewati  sungai  Pakelan,  Sampean  terus  menuju  gunung

               Pandak, Kemuningan, Lawu dan Desa Mandiro. Sebelum bergerak mundur pasukan

               bergerak  mundur  pasukan  sempat  meledakkan  gudang  mesui,  bahkan  asrama

               Badean  pun  dibakar  oleh  Lettu  Haryono  dan  anak  buahnya  sebelum  akhirnya

               mereka bergabung dengan induk pasukannya di Curahdami.


                       Bersamaan  dengan  mundurnya  pasukan  Batalyon,  rakyatpun  mulai

               berbondong-bondong  menguasai  meninggalkan  kota  untuk  bergabung  dengan

               pasukan. Saat itu, sebagaian besar rakyat yang pernah merasakan pedihnya dijajah
               Belanda selama ratusan tahun lebih memilih bergabung dengan pasukan ketimbang

               tetap berada di kota. Mereka lebih senang hidup menderita di daerah pengungsian

               dari pada kembali hidup tertindas di tangan penjajah Belanda. Dari waktu ke waktu

               jumlah  pengungsi  ini  kemudian  sudah  merupakan  gabungan  antara  rakyat  dan

               pasukan yang bergerak mundur, mereka sudah saling membaur sesamanya.







                                 E-MODUL PEMBELAJARAN SEJARAH BERBASIS INKUIRI  66
   68   69   70   71   72   73   74   75   76   77   78