Page 16 - My FlipBook
P. 16
Baru ada beberapa unit rumah yang terbangun di kompleks perumahan ini. Dan dari
beberapa unit rumah tersebut, hanya ada 4 keluarga yang menempati. Samping kiri rumah yang
kami tempati masih kosong. Depan rumah kami hanya tapak rumah tanpa bangunan satu pun.
Kompleks ini tanpa ada pagar seperti perumahan pada umumunya sehingga nampak jelas
kebun karet yang rimbun membentang di ujung batas perumahan.
Jalan depan rumah kami masih tanah merah. Tapak rumah di depan rumah dipenuhi
dengan tanaman liar. Sebenarnya aku begitu takut bila ada ular dan menyusup ke dalam rumah.
Mau minta tolong pada siapa? Syukurnya selama menghuni, tak ada ular yang masuk. Hanya
kalajenngking dan kaki seribu saja yang biasa lalu lalang memasuki lantai rumah kami.
Akankah aku bisa bertahan? Pertanyaan yang selalu terngiang dari dalam bathinku. Ingin
rasanya meronta dan menyalahkan keadaan. Aku merasa begitu rapuh. Aku merasa tak
berdaya. Hampir tiap malam aku terjaga. Was-was terjadi apa-apa. Aku hanya meringkuk
memandangi dua anakku yang masih terlelap tidur.
Saat seperti itu, nasihatnya selalu menguatkan: ‘Kamu sudah mendapati apa yang
menjadi cita-citamu. Jalani. Karena betapa banyak yang menginginkan untuk menjadi
sepertimu tapi mereka tak mendapatkannya.’
Aku merasa terhimpit dalam lobang tanpa dasar. Bukan masalah mengasuh anak dan
menjalani rutinitas, tapi hal lain kadang mengganggu nyamanku. Sepi, sendiri, tanpa saudara,
tanpa siapa-siapa di perantauan.
***
Pernah suatu sore, mesin air di rumah kami mati. Air habis setelah aktifitas mandi dan
lainnya. Kami tidak punya tempat penampungan kecuali ember besar yanga ada di kamar
mandi. Sudah mencoba menghubungi tukang air tapi ternyata tidak bisa datang segera. Dia
baru bisa mengusahakannya besok pagi. Kalau mau minta air ke tetangga, aku merasa tidak
enak karena belum begitu kenal. Mau menghubungi suami, aku takut akan membuatnya
semakin khawatir. Benar-benar bingung harus bagaimana. Apa yang harus aku lakukan dengan
keperluan kami malam ini. Bagaimana mau masak dan mandikan anak-anak besok pagi? Yaa
Robbii…
Akhirnya, dengan tekad dan keberanian, kuambil alat tukang seadanya di rumah.
Kusuruh anak-anakku duduk di depan pintu dekat aku betulin mesin pompa air. Harapannya,
agar mereka tahu ibunya ada (soalnya kalau ibunya tidak kelihatan mereka akan menangis).
Mereka juga akan tahu ibunya tengah sibuk botulin mesin pompa air di depan mereka. Hal
yang tak pernah aku lakukan dan tak pernah aku pelajari ‘service mesin pompa air’. Duuhhh…