Page 19 - My FlipBook
P. 19
Seminggu sudah berlalu, asa yang diharap meretas. Planterku sudah mendapat kabar
dari kebun yang mengiterviewnya. Setelah menandatangani ‘offering letter’ dan kontrak
kerja, bulan depan diminta sudah bergabung di perusahaan tersebut. Robbii….Rizki
yang luar biasa, sungguh, suatu yang harus kami syukuri. Hanya satu kata saja
‘Alhamdulillah’ yang terucap dari lisan ini. Selebihnya, semua kata luruh dalam sujud
dan do’a.
Detik-detik perpisahan semakin dekat. Hati yang kukuh akhirnya luluh. Bagaimanapun,
sejuta kesan kami tertinggal di Asian Agri. Sebuah group yang mendidik, melatih, dan
membesarkan planterku menjadi seperti ini. Karena ada harapan dan penantian yang
tak kunjung jawabnya yang menyirnakan kami untuk bertahan di sini. Adalah
penempatan sebuah posisi Askep (Asisten Kepala) yang tak nampak hilalnya. Maka
ijinkan kami pergi meninggalkan kenangan yang tak akan mungkin terlupakan.
‘Adalah baitku untukmu, wahai engkau yang telah berjasa, AAG’
Adalah permata di dasar lautan.
Berkilau….
Tapi hilang dibawa ke sebrang.
Permata berharga namun sia-sia.
Sang tuan tak sadari adanya.
Teronggok di ujung jurang tanpa pelindung.
Jadi jangan salahkan permata jika pergi.
Itu bukan maunya sendiri.
Tapi lebih ada yang menanti
karena permata itu amat berarti.
Sayonara KNU
Sayonara Asian Agri…..
Menulis bait puisi di atas untuk melerai hatinya yang gundah gulana. Mungkin itu rasa
yang ada pada planterku saat hendak meninggalkan KNU dan menutup semua kenangan
yang ada.
‘Good Bye KNU, Good Bye Asian Agri’
Mei 2009
SISI LAIN KNU
Hari demi hari kami mendiami sebuah rumah yang pondasi rumahnya mengalami
kemiringan karena struktur tanah gambut yang tidak stabil. Jadilah tampak depan rumah
panggung yang terbuat dari papan itu miring kurang lebih 10-15 derajat. Kala malam
menjelang, terkadang ada suara desis ular di kolong rumah kami dan binatang melata lainnya,
bahkan suatu malam saat terjaga dari lelap, ada seekor kalajengking besar posisi siap
menyerang persis selangkah di depanku. Kaget. Ya Allah…. Demi gak pingin mengganggu
planterku yang tengah tertidur pulas, segera kuambil pentungan kayu yang memang selalu
stand by dipinggir pintu kamar dan tak berfikir panjang, kupukulkan ke binatang itu hingga
mati. Walau dengan tangan bergetar tentunya. Dan, maaf, karena ada di rumah panggung, suara