Page 8 - My FlipBook
P. 8

berdetak, lisan berucap syukur, dan rasa damai menyusup dalam hati. Subhaanallah… sebuah
               rumah untuk seorang manager.

                     Segera kami menaiki anak tangga dan menapakkan kaki di teras rumah. Dari teras rumah
               itu, kami bisa melihat ke sekeliling dalam ketinggian. (Bukan untuk tinggi hati loh.) Seorang
               staf TU menyambut dan mempersilahkan kami masuk. Dijelaskannya detail ruang yang ada di
               dalam  rumah  itu  sembari  kami  diajak  untuk  mengikutinya.  Sampai  di  kamar  utama,  aku
               nyeletuk: ‘Pak, sebenarnya kamar ini sudah cukup untuk kami berempat, la wong ini 2 ‘King
               Koil’ jumbo bisa masuk kok.’

                     Sambil terkekeh dia mengangguk, ‘iya, bu’ jawabnya.

                     Setelah selesai mengantar kami, staf TU tadi pamit pergi. Dan, tinggallah kami, aku,
               planterku, 2 pelita hati kami, dan seorang pengasuh serta beberapa karyawan yang ditugaskan
               untuk menata barang-barang bawaan kami yang tidak seberapa. Mereka tetap di rumah untuk
               menata ulang design interior sesuai kemauanku agar nampak elegan dan indah. Hemm, seperti
               nyonya besar saja, batinku.

                     Hari  berlalu.  Petang  menjelang.  Suara  khas  binatang  malam  di  perkebunan  mulai
               terdengar. Sayup-sayup suara burung hantu memecahkan keheningan malam. Dau buah hati
               kami sudah terlelap tidur. Tinggallah kami berdua, menikmati malam di teras rumah. Nampak
               di kejauhan, rumah para staf yang dihiasi lampu penerang. Dan di ujung kompleks persis di
               jalan masuk perumahan staf, para penjaga terlihat stand by di posnya. Mereka bertanggung
               jawab terhadap kemananan kompleks staf dan penghuninya dari mara bahaya. Tidak dijinkan
               satupun orang masuk bertamu tanpa meminta ijin terlebih dahulu dari pemilik rumah. Para
               penjaga harus konfirmasi terbih dahulu sebelum tamu memasuki kompleks kami. Lebih sacral
               dan killer aturannya dari kompleks perumahanku di Depok loh.

                     Pagi  menjelang,  nampak  di  depan  tempat  kami  berdiri,  di  sebrang  pembatas  besi
               perumahan staf, para pemanen tengah membawa TBS (tandan buah sawit) hasil panenannya.
               Mereka begitu lihai memotong buah itu dari pokoknya/ pohon kelapa sawit. Dibawanya buah-
               buah yang sudah dipanen dengan angkong (gerobak besi beroda satu) untuk selanjutnya mereka
               kumpulkan  di  pasar  pikul  (tempat  menampung  sementara)  di  pinggir  main  road.  Hal  ini
               bertujuan untuk memudahkan pengangkutan buah oleh kendaraan.

                     Tak jauh dari area para pemanen berada, sebuah truck tengah menanti hasil panen mereka
               untuk dimuat. Truck tersebut yang akan mengantarkan TBS ke pabrik untuk diolah menjadi
               CPO ( Crude Palm Oil). Apa itu CPO ? Cerita sedikit tenang CPO ya.

                     CPO  adalah  bahan  baku  utama  pembuat  minyak  goreng,  margarin,  sabun,  kosmetik
               bahkan kabel hingga industri farmasi, ini di sebabkan oleh keunggulan sifatnya yang tahan
               terhadap oksidasi dengan tekanan tinggi dan mampu melarutkan bahan kimia yang tidak larut
               oleh bahan pelarut lainnya. Bukan hanya itu saja, yang paling menarik adalah tidak ada sampah
               di dalam proses produksi minyak sawit. Sisa produksinya di antaranya serat, cangkang, batang,
               tandan dan pelepah dapat diolah menjadi kompos dan yang sudah di gunakan sebagai sumber
               energi terbarukan, yaitu Biodiesel.

                     Aku suka baca literasi tentang apa yang dikerjakan planterku, so inilah salah satu yang
               aku tahu. CPO, kata yang kuhafal dan menjadi kamus utama seorang istri planter. Dunia suami
               adalah dunia yang kucintai.
   3   4   5   6   7   8   9   10   11   12   13