Page 112 - SEJARAH KEBANGKITAN NASIONAL DAERAH SULAWESI UTARA
P. 112
.,
ratus delaP,an orang, 1910, seribu dua ratus enam ~g, 1913,
dua ribu seratus sembilan puluh delapan orang, 1914, tiga ribu
dua ratus tiga puluh dua orang, 1917~ empat ribu ~dtia ratus sembi-
lan puluh dua orang, 1924 lima ribu lima orang, 1927, enam ribu
satu orang, 1930, enam ribu tiga ratus sembilan puluh delapan
orang, 1932, tujuh.ribu lima ratus dua belas orang, 1933, tujuh
ribu lima ratus delapan puluh lima orang, 1939, sepuluh ribu
tiga ratus lima puluh orang, dan di tahun 1942 tercatat enam belas
ribu orang. Dari jwnlah enam belas ribu orang di tahun 1942
itu, terdiri dari tujuh ribu orang Minahasa, lima ribu orang Sangir
. '
Talaud, dan empat ribu orang Bolaang Mongondow asli; banyak
di antara orang-orang Miiiahasa dan Sangir Talaud itu yang selang
beberapa generasi sudah berdiam-di sana.
Usaha pertama memasukkan agama Kristen di Bolaang
Mongondow itu adalah dengan membuka persekolahan Zending
yaitu dengan mengirimkan tiga puluh orang guru dari Minahasa
yang berhasil mendirikan sekolah di empat belas tempat, dengan
murid pertama tercatat berjumlah seribu enam ratus lima orang.
Para pendeta dan guru bangsa kulit putih yang pernah ditugaskan
Zending ke sana antara lain ialah A. van der Endt, Ds. Loeff,
Johana van der Endt, G. ten Broek, Ds. Nijenhuis, Ny. Nijenhuis,
C.v.d. Kraft, Piet Hein, Fr. M. Staudt, Langeveld, dan lain-lain.
Mengenai agama-agama lainnya dapat disebutkan antaranya
agama Katolik. Dalam tahun 1934 tercatat umat Katolik berjum-
lali seratus sepuluh orang dan sudah memiliki sebuah gereja di
Kotamobagu, tahun 1937 ada beberapa orang Kristen asuhan Zen-
ding yang pindah masuk suatu aliran Pantekosta. Menjelang Pe-
rang Dunia II yaitu tahun 1940 masuklah aliran Advent ke Bo-
Jr
'" 1 · ~ ?' i'}
laang Mongondow; pada tahun itu bllfl.Xale' ~ggota asuhan Zen-
ding yang pindah ke . Advent dan Pantek~sta, tetapi sebagian di
antara mereka kembali 1agi jadi anggota Zending.
" - Perkembangan Agama Kristen di Bolaang Mongondow bu-
kannya tidak mengalami banyak halangan dan kesulitan. Interak-
si Kristen dengan mayoritas penduduk yang beragama Islam acap -
kali menampakkan diri dalam bentuk hujatan, ancaman, dan se-
bagainya. Ketika penyakit kolera berkecamuk tahun 1907, maka
banyak penduduk mempersalahkan itu kepada orang-orang Kristen
yang dikatakan penyebab penyakit itu. Dengan bantuan vaksinasi
dari Pendeta W. Dunnebier sendiri, maka penyakit itu lenyap.
Hal yang sama ketika penyakit cacar melanda daerah ini di tahun
103