Page 169 - Gabungan
P. 169
mondar-mandir di ruang tamu. Langkahnya terasa lebih ringan, tulang
dan ototnya lebih nyaman. Ia mencoba meletakkan tongkatnya di
pinggang, berjalan tanpa tongkat. Langkahnya masih stabil.
Wajahnya berseri, ia melemparkan tongkatnya dan berseru gembira:
"Aku sudah sembuh! Aku sudah sembuh!"
Bai Datou mempercepat langkahnya, berjalan bolak-balik di ruang
tamu. Tiba-tiba, kepalanya pusing, langkahnya goyah, hampir terjatuh.
"Tuan Bai!"
"Tuan Bai!"
Untung Budiman dan istrinya, Yati, yang berusia 40-an, bergegas
mendekat dan menahan Bai Datou.
"Di mana tongkatmu, Tuan Bai?" tanya Untung Budiman.
"Di sana," kata Bai Datou tenang. "Tidak apa-apa, Untung, hanya
terlalu senang..."
Mereka bertiga duduk di sofa.
"Baru saja Wenxiong, Wenhao, Dingding, dan Dangdang datang.
Dua cucuku itu sangat lincah dan menggemaskan!" Bai Datou
berseri-seri.
Mendengar kata "cucu", wajah Untung Budiman muram. Ia
menatap istrinya, menunduk, dan berkata sedih:
"Seandainya Rudy tidak meninggal, mungkin tahun depan kita
sudah bisa menggendong cucu."
169

