Page 172 - Gabungan
P. 172
karena model Jepang selalu berganti. Bagiku, yang penting fungsi,
bukan model. Jadi kubeli dengan senang hati."
"Sejak kejadian itu, Pak Untung selalu melepas jam tangannya
sebelum keluar, lalu membungkusnya dengan saputangan dan
memasukkannya ke saku celana," Yati menyela cerita suaminya.
Untung Budiman tersenyum dan melanjutkan, "Sekalipun hati-hati,
tetap saja bisa kecurian. Beberapa hari lalu, aku berjalan di pasar
besar yang sangat ramai. Aku waspada, melepas jam tangan dan
memasukkannya ke saku. Tapi baru beberapa langkah, tiba-tiba
punggungku didorong. Aku terjatuh ke pelukan seorang pemuda, dan
merasa ada yang menyentuh pahaku. Setelah berdiri tegak, kuraba
saku—jam dan saputangan sudah hilang. Belum habis heran, pulpen
di saku dada juga raib. Seperti sulap, gerakan pencopet memang
sangat lihai. Kulihat seorang pemuda berdiri di samping,
memandangiku tenang. Aku menghela napas, dia pun menggeleng
pelan, seolah melihat semuanya dengan jelas. Aku tak paham siapa
dia—mungkin anggota geng pencopet. Dua malam itu aku sedih,
pikirku jam seperti itu sudah tak bisa dibeli lagi. Untung Yati cerdik,
bilang mungkin toko jam di tempat sepi masih punya stok. Tadi kami
berjalan lebih dari tiga jam, mengunjungi belasan toko jam, baru
menemukan satu ini. Harganya Rp20.000, langsung kubeli tanpa
tawar."
172

