Page 175 - Gabungan
P. 175
‘Kalian? Awal bulan sudah habiskan gaji, tiap bulan defisit, mana bisa
nabung? Dapat bonus tahunan, dua hari langsung habis! Tanpa
tabungan, tak ada kesempatan berkembang!’"*
"Setelah puluhan tahun berteman, kau benar-benar paham orang
Tionghoa perantauan," kata Bai Datou.
"Lihat saja Tuan Bai—di kampung halaman kita, Desa Rahayu dan
Kauman, siapa yang tak kenal dan hormat padamu? Berapa orang
sudah kau bantu, mungkin kau sendiri tak ingat!"
"Hal kecil seperti itu tak perlu diingat. Aku selalu pegang pepatah
Tionghoa: ‘Berbuat baik jangan mengharap balasan.’"
"Aku ingat pertama kali bertemu Tuan Bai tahun 1936, usiaku 16..."
"1936?" Bai Datou menyambung, "Aku tiba di Nusantara tahun
1930, magang lima tahun di penggilingan padi keluarga Zhou. Benar,
tahun itu aku sudah nabung cukup untuk pulang ke Tiongkok
menjenguk keluarga, lalu kembali dan tinggal di Desa Rahayumu.
Waktu itu aku hanya punya sedikit modal, berdagang hasil pertanian
seperti biji kopi, jagung, cabai, sekaligus meminjamkan uang."
"Aku ingat jelas, tahun itu ayahku meninggal. Ibuku meminjam
uang dari Tuan Bai untuk menguburkannya. Ibu berharap bisa lunas
setelah panen jagung, tapi ladang dihancurkan babi hutan, dan
harimau menerkam dua kambing kami. Ibu jatuh sakit. Tuan Bai
datang menghibur, membebaskan bunga pinjaman, bahkan memberi
175

