Page 178 - Gabungan
P. 178

pepatah kuno, bagi Bai Datou saat itu, maknanya sangat nyata: Dia


            merindukan istri dan anaknya di Shizhen, Quanzhou. Apakah Bowen


            sudah mulai sekolah? Bagaimana kondisi Zhongwu yang baru lahir?


            Apakah ASI-nya cukup? Bisakah Zhou Yinmei mengurus dua anak


            sendirian? Apakah kepala desa masih mengganggu mereka?


                Begitu teringat kepala desa, amarah membara di dada Bai Datou.


            Tahun lalu, saat pulang ke kampung halaman, dia membawa separuh


            dari  tabungan  lima  tahunnya  sebagai  karyawan  di  sini—sekitar


            seratus  keping  perak—berencana  membawa  istri  dan  anaknya  ke


            Nanyang (Asia Tenggara). Tapi kepala desa yang licik itu mendengar


            kabarnya, mengancam akan menangkap Bai Datou untuk memenuhi


            kuota wajib militer yang belum terpenuhi lima tahun lalu. Bai Datou


            dan istrinya memohon, menyuap kepala desa 30 keping perak, plus

            40  keping  lagi  untuk  "membeli"  pengganti.  Dana  untuk  membawa


            keluarga ke Nanyang pun terkuras. Rencana itu pun gagal. Belum


            cukup, si kepala desa yang rakus kembali mengganggu, memaksa


            Bai Datou kabur di tengah malam, meninggalkan istri dan anaknya,


            kembali ke Nanyang sendirian.


                Bai Datou menggemeretakkan gigi, mengepal di atas tempat tidur


            bambu. Dia bertekad bekerja keras beberapa tahun lagi, menabung,


            lalu menjemput keluarganya. Biar kepala desa itu melihat nanti!


                "Tok-tok-tok!" Suara  ketukan  di  tengah  malam  memutus

                                                           178
   173   174   175   176   177   178   179   180   181   182   183