Page 223 - Gabungan
P. 223
tersenyum dan tidur dengan tenang.
Di koridor, Su Wenbin termenung di bawah sinar bulan, teringat
suatu malam empat tahun lalu saat masih kuliah di Amerika. Bulan
juga secerah ini, suasana sama heningnya. Saat itu, teman
sekamarnya—seorang keturunan Tionghoa dari Thailand—yang
rindu kampung halaman, bangun tengah malam dan memainkan
seruling bambu di taman. Su Wenbin terbangun dan mengenali
melodi "Shui Diao Ge Tou" karya Su Dongpo yang dimainkannya. Ia
pun tak bisa tidur lagi, keluar ke taman, dan berbisik mengikuti irama
seruling: "Kapan terang bulan bersinar? Angkat gelas tanya langit.
Tak tahu di istana surgawi, hari ini tahun yang mana? Ingin ku terbang
ke angkasa, tapi khawatir di istana mutiara, kedinginan di puncak
tinggi. Menari dengan bayangan sendiri, mana bisa dibanding dunia
fana..."
Su Wenbin menyanyikannya dengan penuh kerinduan pada
ibunya.
Suara seruling yang sendu dan mengharukan masih bergema di
telinganya. Ia tak bisa menahan kesedihan—sukacita dan duka
perpisahan dalam hidup manusia, bagai bulan yang purnama dan
sabit, selalu ada di setiap zaman dan negara! Ia jauh dari ibunya,
sementara ibunya telah kehilangan suami! Ah, Yenni—gadis cantik
dan manis itu—masa depannya yang cerah tiba-tiba dihantui penyakit
223

