Page 89 - Gabungan
P. 89

dua  lantai  ini  dengan  total  tujuh  kamar.  Selain  studio  melukis  dan


            ruang piano, masih banyak kamar yang kosong. Biasanya di akhir


            pekan, Yenni dan Hana Budiman menginap di rumah Bai Wenying.


                Yenni  memasuki  kamarnya  seperti  memasuki  rumah  sendiri.


            Pelayan telah membersihkan lantai hingga bersih; seprai baru telah


            diganti di tempat tidur; vas di atas meja dihiasi dengan anggrek ungu


            kesukaannya; rak buku dipenuhi dengan album lukisan dan beberapa


            buku foto pemandangan, budaya, serta flora-fauna dari seluruh dunia;


            meja kecil di sudut penuh dengan toples berisi kue dan permen favorit


            Yenni.


                Melihat  semua  ini,  Yenni  merasa  sangat  berterima  kasih  pada


            kakaknya, Bai Wenying, atas perhatiannya yang tak terhingga. Sejak


            ia berusia delapan tahun dan pertama kali bertemu dengan Nona Bai

            Wenying, Yenni  merasa  dirinya  bukan  lagi  seorang  anak  yatim.  Ia


            memiliki seorang kakak. Selama lebih dari sepuluh tahun ini, kakak


            Wenying telah memberinya begitu banyak perhatian dan semangat!


                Yenni melihat bingkai foto di samping meja tulis, berisi foto dirinya


            bersama  Bai  Wenying  dan  Hana  Budiman  saat  bermain  di  pantai.


            Yenni  ingat  dengan  jelas,  sebelumnya  bingkai  itu  berisi  foto


            tunangannya  yang  telah  meninggal,  Rudy  Budiman.  Sekarang,  ke


            mana  foto itu? Ia membuka dua laci,  tetapi tidak menemukan  foto


            tersebut. Alih-alih,  ia  melihat  patung  kecil  Buddha  giok  hijau  yang

                                                            89
   84   85   86   87   88   89   90   91   92   93   94