Page 91 - Gabungan
P. 91
pintu gerbang besi, aku melihat sesuatu tertutup kain hujan. Ketika
kubuka, ternyata sebuah kotak kardus yang setengah terbuka.
‘Mungkin bayi terlantar lagi,’ pikirku. Benar saja, di dalamnya ada
seorang bayi perempuan yang baru lahir satu atau dua hari.
Tubuhnya terbungkus kain putih, dan matanya masih belum bisa
membuka. Kurasakan tangan dan kakinya dingin, jadi segera
kuselimuti dan kudekap dalam pelukan. Bayi itu menggerakkan
bibirnya, tetapi tak bisa menangis. ‘Kasihan sekali, pasti ia sangat
lapar,’ pikirku. Aku buru-buru membawanya ke dalam, lalu
membuatkan susu hangat. Bayi itu benar-benar lapar, ia menghisap
botol susu dengan lahap. ‘Alangkah manisnya anak ini!’..."
"Bibi, apakah bayi itu aku?" tanya Yenni dengan mata berkaca-
kaca.
"Anak pintar! Benar, bayi itu adalah kau. Saat kulihat kau menyusu
dengan nikmat, barulah kusadari ada sebuah patung Buddha giok
sebesar jari yang tergantung di kakimu dengan benang merah.
Kuperhatikan patung itu—ukiran yang sangat indah, berbentuk
Buddha wanita, meskipun aku tak tahu namanya. Kupikir-pikir, pasti
ibumu memiliki alasan yang tak bisa diungkapkan sehingga tak bisa
menjagamu. Tapi ia sangat menyayangimu, maka ia meninggalkan
patung ini untuk melindungimu..."
"Di mana patung itu sekarang?"
91

