Page 100 - Sang Pemimpi by Andrea Hirata (z-lib.org)
P. 100

Pernahkah  Kawan melihat orang disambar  petir?  Aku  pernah, beberapa
              kalo.  Kami tinggal dekat laut, memiliki hamparan  padang dan di bawah
              padang  itu  berlipat-lipat  material  tambang.  Komposisi  semacam  itu
              mungkin menimbulkan godaan bagi anak-anak lisrik di langit untuk iseng-
              iseng  berkunjung  mencium  tanah  Belitong.  Dan  bagi  siapa  pun  yang
              menghalangi muhibahnya, tanpa ampun, Byarrrrrr!! !! Setrum ribuan volt
              langsung membuat setengah tubuh lebam hitam. Jika yang kena sambar
              pendulang  timah,  diperlukan  paling  tidak  dua  orang  untuk  melepaskan
              dulang dari genggaman jasadnya..
                  Orang  yang disambar petir memiliki ekspresi dan sikap tubuh yang
              aneh  seolah  tubuhnya  dimasuki  makhluk  asing  dan  makhluk  asing  itu
              mengambil alih jiwanya. Di atas fondasi kepercayaan seperti itulah orang-
              orang  Melayu  tempo  dulu  meletakkan  cara  yang  spektakuler  untuk
              menyelamatkan  korban  sambaran  petir.  Jika  ada  korban  petir  yang  tak
              langsung  tewas,  dukun  Melayu,  dalam  hal  ini  dukun  langit,  segera
              menyalakan  api  di  bawah  tungku  yang  panjang.  Di  tungku  itu  dijejer
              daun-daun kelapa yang masih hijau lengkap dengan pelepahnya. Dan di
              atas  daun  kelapa  itulah  sang  korban  dipanggang,  di-  barbuque.
              Maksudnya untuk mengusir dedemit listrik dari dalam tubuhnya. Percaya
              atau tidak, cara ini sering sukses. Penjelasan logisnya barangkali ada pada
              seputar  reaksi  antar  asap,  panas  api,  listrik,  sugesti,  dan  tipu  muslihat
              dunia gelap perdukunan. Adapun yang tak sempat tertolong, seperti yang
              terakhir kulihat, seorang pencari nira disambar petir saat memanjat pohon
              aren. Ia wafat di tempat, lekat di pohon itu, kedua tangannya tak dapat
              diluruskan.  Ia  dikafani  dan  dikuburkan  dengan  sikap  tangan  seperti
              seorang  dirigen  orkestra  sedang  mengarahkan  lagu  “Aku  seorang
              Kapiten”..
                  Dan  gestur  seperti  itulah,  kaku  tak  bergerak,  yang  ditampilkan
              Jimbron  waktu  mendengar  kabar  yang  amat  mengejutkannya  siang  ini.
              Aku tergopoh-gopoh membawa berita itu padanya..
                  “Bron!!  Sudahkah  kau  dengar  kabar  itu??  ““Kabar  apa,  Ikal...  ?
              “jawabnya  lembut.  Walaupun  langit  akan  tumpah,  ia  selalu  tenang.  Ini
              salah  satu  sifat  naturalnya.  Waktu  itu  Jimbron  tengah  menyiangi  labu
              yang akan segera digarapnya. Ia memunggungiku..


                                          98
              -Sang Pemimpi-                                                                                                                     ADEF
   95   96   97   98   99   100   101   102   103   104   105