Page 102 - Sang Pemimpi by Andrea Hirata (z-lib.org)
P. 102

dikumpulkan  di  balai  desa.  Mereka  berebutan,  berapi-api,  memberi
              petuah yang mereka dapat dari bangku kuliah..
                  “Jika dikeruk terus, timah di bawah tanah sana akan habis, Bapak-
              bapak!!  Ia  tidak  akan  beranak  pinak  seperti  kita-kita  ini,  Maka  Bapak-
              bapak  harus  men-transform  diri  sendiri  dari  seorang  buruh  tambang
              dengan mentalitas kuli menjadi petani dengan mentalitas pedagang... :.
                  Demi  mendengar  kata  transform  itu,  para  kuli  mentah  menghirup
              kopi pahitnya, berpandangan sesama mereka, lalu tersenyum dan saling
              menunjukkan satu jari telunjuknya..
                  “Kita harus membangun irigasi! Harus belajar menanam jagung dan
              bersawah!  Paradigma  kerja  semua  sektor  harus  pula  diubah.  Mulai
              sekaragn  kita,  orang  Melayu  pedalaman  di  Belitong  ini.  harus  berpikir,
              berjiwa,  dan  bertabiat  seperti  petani!!  Kita  akan  segera  menjadi
              komuniatas agraris!! ”.
                  Para hadirin: kepala desa, carik juru tulis, penghulu, asisten juru rias
              pengantin, para pesira(juru masak kenduri), para dukun, dan ratusan kuli
              tambang tadi bertepuk tangan. Pada kesempatan ini hadir seluruh dukun
              berbagai keahlian: dukun  buaya, dukun angin, dukun api, dukun langit,
              dukun  gigi,  dan  dukun  hujan.  Rupanya  para  dukun  di  kampung  kami
              sudah  menerapkan  spesialisasi  jauh  hari  sebelum  ahli  ilmu  manajemen
              Peter Drucker menyarankan hal yang sama pada industri modern..
                  Para  hadirin itu  senang  sekali mendengar kata  yang baru  pertama
              kali mereka dengar: Paradigma . Kedengarannya sangat renyah, beradab,
              tinggi,  dan  sangat  buku.  Hebat  sekali  didikan  orang  Jawa  memang
              jempolan.  meskipun  pernah  kutemui  di  beberapa  buku  Jawa  disebut
              sebagai imperialis model baru di tanah air tapi dalam mendidik saudara-
              saudaranya di daerah mereka canggih bukan main. Dan para hadirin pun
              serentak  menunjukkan  dua  jarinya.  Aku  masih  belum  mengerti  maksud
              mereka..
                  “Selain daripada itu...
                  “Mahasiswa  yang  satu  ini  gayanya  lain.  Ia  tidak  meledak-ledak,
              Kalem,  menurut  keyakinannya  adalah  cermin  pribadi  berpengetahuan
              mumpuni.  Dan  ia  pasti  meniru  gaya  seorang  profesor  karatan  di  Jawa
              dengan  mengayun  suku  kata  terakhir  dari  setiap  kata  yang
              dikhotbahkannya. Sungguh intelek kedengarannya..
                  “Bapak-bapak,  kita  harus  belajar  mengomersialkan  intelectual
              comodity!!  Artinya kita harus bersaing dengan daerah lain dengan mulai
              menjual  keahlian,  kepandaian,  dan  berbagai  jasa.  Kapasitas  intelektual
              kita  harus  kita  tingkatkan  secara  signifikan.  Kita  tidak  boleh  hanya
              bergantung  pada  laut,  tambang,  dan  tani  yang  resourcesnya  terbatas.
              Dengan bagitu, pembangunan desa ini dapat berkembang secara simultan

                                          100
              -Sang Pemimpi-                                                                                                                     ADEF
   97   98   99   100   101   102   103   104   105   106   107