Page 107 - Sang Pemimpi by Andrea Hirata (z-lib.org)
P. 107

sombong  sekali, tapi indah memukau. Kaki-kakinya kukug  besar seperti
              pilar. Wajahnya garang tapi tampan..
                  Sungguh  di  luar  dugaanku  seekor  kuda  Australia  ternyata  amat
              besar  seperti  gajah  dan  ia  demikian  mengagumkan.  Pada  detik  itu  aku
              menyadari  bahwa  Jimbron  kerajingan  pada  kuda  karena  alasan  yang
              sangat masuk akal. Dan aku langsung memaklumi kesintingannya selama
              ini.  Obsesif  kompulsif  agaknya  lebih  cocok  bagi  orang  yang  tergila-gila
              pada kambing. Karena kuda, khususnya kuda Australia, sungguh makhluk
              yang  luar  biasa.  Hewan  yang  mampu  berlari  mengalahkan  angin.
              Sementara kulihat kepala Jimbron timbul sebentar, cepat-cepat sembunyi,
              lalu timbul lagi, persis tikus tanah mewanti alap-alap..
                  Lalu muncul seorang pria Australia setengah baya bertopi koboi. Ia
              menenangkan stallion itu dan bersuit-suit. Para penonton bertepuk tangan
              untuknya  dan  tepuk  tangan  semakin  semarak  ketika  kuda-kuda  lainnya
              bermunculan  di  ambang  pintu.  Kebanyakan  berwarna  cokelat.  Mereka
              seperti  rombongan  peragawati.  Tapi  hanya  enam  ekor,  bukankah
              seharusnya tujuh ekor? Dan belum tuntas kekagumanku pada enam ekor
              makhluk  elok  itu,  aku  terlompat  kaget  mendengar  penonton  berteriak
              histeris, ’Hhaaaaaahhhhh... !! ! Subhanallah... . Allah Mahabesar!! ”.
                  Penonton  bersorak-sorai  melihat  sesosok  makhluk  seumpama
              gunung  salju  yang  megah  memesona.  Seekor  kuda  putih!  Kuda  jantan
              putih  bersih  yang  ganteng  bukan  main.  Besar  sekali  berkilauan  dengan
              surai yang gondrong berkibar-kibar. Ia meloncat-loncat kecil memamerkan
              dirinya  di  depan  orang-orang  Melayu  yang  terpaku  menatapnya.  Ia
              menderam-deram dalam menggetarkan hati setiap orang. Sungguh indah,
              tak ada satu pun noktah di tubuhnya yang lembut halus. Bangunan tubuh
              kuda putih itu amat artistik. Ia adalah benda seni yang memukau, setiap
              lekuk tubuhnya seakan diukir seorang maestro dengan mengombinasikan
              kemegahan  seni  patung  monumental  dan  karisma  kejantanan  seekor
              binatang perang yang gagah berani..
                  Si  putih  gagah  perkasa  ini  tahu  kalau  dirinya  flamboyan,  pusat
              perhatian,  maka  ia  menyeringai  seolah  tersenyum.  ia  menggeretakkan
              kakinya  menikmati  puji-pujian  yang  tumpah  ruah  melumuri  tubuhnya.
              ialah bintang kejora  pertunjukkan sore ini. Surainya laksana jubah putih
              yang  mengibas  mengikuti  tubuhnya  yang  menggelinjang-  gelinjang.
              Ekornya  berayun  berirama  seumpama  seikat  selendang  dan  sulur-sulur
              ototnya  yang  telanjang  berkelindan  dalam  koordinasi  yang  memikat.
              Kulirik Jimbron, ia menutup wajahnya dengan tangan. Mungkin dadanya
              ingin meledak, tapi yang pasti ia menangis. Air matanya bercucuran..
                  Capo menunjuk kuda putih itu dan berseru, “Pangeran Mustika Raja
              Brana!! Itu nama yang kuberikan untuknya...

                                          105
              -Sang Pemimpi-                                                                                                                     ADEF
   102   103   104   105   106   107   108   109   110   111   112