Page 110 - Sang Pemimpi by Andrea Hirata (z-lib.org)
P. 110

yang  turun  dari  langit!    Waktu  itu  hari  Minggu.  Kebiasaan  kami  adalah
              kembali  ke  peraduan  seusai  salat  subuh,  nanti  bangun  lagi  jika  beduk
              lohor  memanggil.  Semacam  balas  dendam  setelah  membanting  tulang
              sampai  tetes  keringat  terakhir  seminggu  penuh.  Baru  beberapa  menit
              terlelap, aku mendengar ketukan pelan di jendela. Dini hari itu sunyi sepi
              di  dermaga.  Ketukan  itu  berganti  menjadi  gesekan  benda  tajam
              menggerus  dinding  papan.  Aku  dan  Jimbron  terbangun,  saling
              berpandangan. kami ketakutan karena bukan baru sekali warga dermaga
              didatangi hantu laut. Diyakini karena badai terus-menerus di laut,  hantu
              itu senang gentayangan ke rumah penduduk kalau musim hujan. Di luar
              masih gelap dan nyali kami semakin ciut saat terdengar suara gemeretak
              di  luar  jendela  los  kontrakan.  Aku  dan  Jimbron  duduk  saling  merapat
              karena  degupan  itu  semakin  dekat.  kemudian  diam  senyap.  Bersama
              kesenyapan  itu  angin  berembus  pelan  lalu  samar-  samar  mengalir  bau
              angin,  bau  hujan,  dan  bau  malam.  Aku  melompat  menyerbu  jendela,
              cepat-cepat membukanya dan masya Alla! Jantungku seakan copot. Aku
              terlompat  dan  nyaris  pingsan  karena  hanya  sejangkau  dariku
              menggelinjang-gelinjang nakal sesosok makhluk putih yang sangat besar.
              Tubuhnya bergelombang seperti layar bahtera diterpa angin. Ia menoleh
              padaku dan aku menjerit sejadi-jadinya..
                  “Pangeran Mustika Raja Brana!! ”.
                  Aku  tercekat  menahan  napas  dan  sang  Pangeran  mengangguk-
              angguk takzim dengan anggun sekali. Ekspresinya bersahabat dan sangat
              riang.  Yang  paling  istimewa,  di  punggungnya  duduk  sumringah  penuh
              gaya  seorang  pahlawan  Melayu  yang  tampan  bukan  main:  Arai!  Sang
              kesatria  langit  ketujuh  itu  terkekeh-kekeh  girang  memamerkan  gigi-gigi
              tonggosnya.  Pangeran  Mustika  menderam-deram  gembira  menimpali
              tuannya yang cekikikan..
                  “Simpai Keramat... .
                  “Aku  tak  mampu  berkata-kata  lagi.  Aku  berbalik  sontak  melihat
              Jimbron.  Dan  disitu  ia  duduk  tak  berbaju.  Seluruh  rangka  tubuhnya
              mengeras  seperti  orang  dikutuk  menjadi  batu.  Napasnya  berat  pendek-
              pendek,  matanya  terbelalak,  mulutnya  ternganga.  Wajah  bulatnya
              memasuki  jendela  kamar,  hanya  sejengkal  di  depan  hidung  Jimbron.
              Jimbron  tak  berkutik.  Menggeser  duduknya  pun  tak  mampu.  Jika
              Pangeran ingin menelannya mentah- mentah, ia akan pasrah saja. Bulu-
              bulu  halus  di  tengkuk  Jimbron  serentak  berdiri.  Matanya  berkaca-kaca,
              Ada kerinduan yang terpecah berurai-urai..
                  “Pakai  bajumu  cepat,  Bujang.  mari  kita  berkuda!!  “seru  kesatria
              tonggos itu..
                  Di depan  kamar  kontrakan Jimbron tak sabar mendekati Pangeran

                                          108
              -Sang Pemimpi-                                                                                                                     ADEF
   105   106   107   108   109   110   111   112   113   114   115