Page 115 - Sang Pemimpi by Andrea Hirata (z-lib.org)
P. 115

Jangan samakan lada dan pala Berbeda rupa, tak padan rasa Rela
              Kanda  menginjak  bara  Demi  cinta  Dinda  Nurmala  Tak  terhitung  syair
              gurindam,  lirik-lirik  tembang  semenanjung,  bahkan  bunga,  mulai  dari
              bunga meranti yang amat langka,  hanya bersemi tujuh tahun sekali dan
              harus  dipetik  di  dalam  rimba  pada  ketinggian  sehingga  seluruh  tepian
              Pulau  Belitong  kelihatan,  sampai  bunga-bunga  halus  muralis  yang  rajin
              tumbuh di gunungan kotoran kerbau. Semuanya telah Arai coba. Bunga
              itu biasanya diam-diam ia letakkan di keranjang sepeda Nurmala beserta
              sepucuk  surat.  Dan  alangkah  perih  hatiku  melihatnya  dihamburkan
              Nurmala  di  tempat  parkir.  Adapun  suratnya,  tak  kalah  mengenaskan
              nasibnya,  tanpa  pernah  dibuka  sampulnya  dilipat  Nurmala  berbentuk
              pesawat  dan  dilepaslandaskannya  menuju  kolam  sekolah.  Tapi  bukan
              Arai namanya kalau tak berjiwa positif..
                  “Nurmala adalah tembok yang kukuh Kal... , “kilahnya diplomatis..
                  “Dan  usahaku  ibarat  melemparkan  lumpur  ke  tembok  itu,
              “sambungnya optimis..
                  “Kau  sangka  tembok  itu  akan  roboh  dengan  lemparan  lumpur?
              “tanyanya retoris..
                  “Tidak akan! Tapi lumpur itu akan membekas di sana, apa pun yang
              kulakukan,  walaupun  ditolaknya  mentah-mentah,  akan  membekas  di
              hatinya, “kesimpulannya filosofis..
                  Sejak  kelas  satu  SMA  sampai  kini  kami  hampir  tamat  segala  cara
              telah ditempuh Arai, semuanya tak mempan, termasuk teori bingung-nya
              yang  absurd  dulu.  Kenyataan  sekarang  Arai  yang  bingung  menghadapi
              Nurmala  yang  indifferent,  tak  acuh.  Mungkin  saja  Nurmala  ingin
              bersimpati  pada  Arai  tapi  ia  benci  pada  teorinya  itu.  Nurmala  bersikap
              seperti  harimau  karena  ingin  merobohkan  bangunan  hipotesis  Arai
              terhadap  sifat-sifat  perempuan.  Ia  tak  setuju  dengan  upaya-upaya  tak
              bermutu  dalam  mendefinisikan  kapasitas  kaumnya.  Rupanya  teori,
              optimisme,  dan  filosofi  tidaklah  cukup  bagi  Arai  untuk  menaklukkan
              Nurmala. Arai telah menisbatkan permasalahan dengan berasumsi bahwa
              perempuan mudah dipahami. Ia tak tahu, bahkan Sigmung Freud, setelah
              tiga  puluh tahun meriset  jiwa feminim, masih  mengatakan bahwa ia tak
              mengerti apa  yang diinginkan  perempuan.  Persoalan  yang berhubungan
              dengan  perasaan  perempuan  tak  sesederhana  seperti  selalu  diduga
              kebanyakan orang..
                  “Sikap pragmatis! Itulah sesungguhnya solusi masalah ini, tak guna
              lagi  berpanjang-  panjang teori dan  filosofi, “aku  mencoba menyakinkan
              Arai..
                  “Kau kenal Bang Zaitun kan, Rai?? “tanyaku..
                  Arai  menjawab  heran,  “Pimpinan  Orkes  Melayu  Pasar  Ikan  Belok

                                          113
              -Sang Pemimpi-                                                                                                                     ADEF
   110   111   112   113   114   115   116   117   118   119   120