Page 117 - Sang Pemimpi by Andrea Hirata (z-lib.org)
P. 117

menggantinya dengan gigi emas putih. Sungguh benar ucapan komedian
              Jerry  Lewis:  Ada  kesintingan  pada  setiap  seniman  yang  karatnya  lebih
              tinggi dari kebanyakan orang..
                  Jika bicara Bang Zaitun selalu sambil tertawa, dan tawanya itu... hi...
              hi... hi... hi, dengan tujuan untuk memamerkan kedua gigi emas putih itu.
              Meskipun rahang atasnya sedikit maju ke depan tapi ia yakin kedua bilah
              gigi, emas putihnya merupakan dua kutub magnet dirinya. Dan demi dua
              kutub  magnet  itu,  Bang  Zaitun,  dengan  sepenuh  hati  bersedia  tertawa
              walaupun  tak ada  hal  yang lucu. Namun  lebih  penting dari itu, di sore
              yang  mengesankan  ini,  Bang  Zaitun  menyambut  kami  dengan  sangat
              ramah.  Di  mana-  mana,  kelompok  profesi  yang  paling  ramah  adalah
              musisi,  yang  paling  bebal adalah  politisi, dan  yang  paling menyebalkan
              adalah penerbit buku..
                  “Senang rupanya main musik Bang... , “aku bertanya..
                  “Ah, Boi... rumput tetangga selalu lebih hijau bukan?? Hi. . hi... hi...
              hi... .
                  “Suara  Bang  Zaitun  parau,  seperti  orang  berbisik  dengan  keras.
              Kulitnya kisut dan ia jelas penyakitan. Itulah yang terjadi jika sering kenan
              angin  malam. Melalui  lagu “Begadang”Kak  Rhoma telah mewanti-wanti
              akibat buruk angin malam pada generasi muda Republik ini..
                  “Abang  tengok  guru,  ingin  abang  jadi  guru,  tak  tahu  bagaimana
              rasanya  mengurus  anak-  anak  yang  senewen  tingkahnya  hi...  hi.  .  hi...
              Abang  tengok  lagi  polisi,  mau  jadi  polisi  rasanya,  tak  tahu  bagaimana
              nanti  menanggung  beban  batin  kalau  tua  pensiun.  Lihat  nelayan  ingin
              jadi  nelayan,  tapi  Abang  tak  pernah  mau  jadi  anggota  Dewan,  Bou.
              Orang-  orang  itu  selalu  dianggap  tak  becus.  Kasihan  mereka,  bukan??
              Hi... hi... hi..
                  “Abang  sudah  main  orkes  tiga  puluh  tahun,  Boi.  Kalau  hitungan
              pegawai  negeri,  Abang  sudah  diundang  ke  Istana  negara,  diajak  jalan-
              jalan  ke  Taman  Mini  sama  presiden...  hi...  hi...  hi.  Abang  malang
              melintang  dari  panggung  ke  panggung,  dari  kampung  ke  kampung,
              membawakan  lagu  itu-itu  saja.  Tak  tahukah  engkau,  Boi?  Abangmu  ini
              sudah jadi juke box! ”.
                  Sedetik  berkelebat  kepahitan  pada  wajah  laki-laki  ceking  yang
              sangat  menyenangkan  ini.  Tersirat  beban  pada  nada  bicaranya.  Beban
              yang ingin ia tumpahkan pada bukan orang musik..
                  “Kau  tahu  juke  box,  kan??  Mesin  musik!!  Seperti  tampak  film-film
              barat itu. Kaumasukkan uang logam lalu mesin itu  bernyanyi. Abangmu
              ini sudah jadi mesin musik... hi... hi... !! ”.
                  Sekarang  aku  mengerti  mengapa  pemain  musik,  terutama  pemain
              bas,  sering  kelihatan  melamun.  Rupanya  ia  muak  membawakan  lagu

                                          115
              -Sang Pemimpi-                                                                                                                     ADEF
   112   113   114   115   116   117   118   119   120   121   122