Page 114 - Sang Pemimpi by Andrea Hirata (z-lib.org)
P. 114

hatinya  putih bercahaya,  hatinya itu selalu  hangat. Ia orang yang  selalu
              merasa bahagia karena dapat membahagiakan orang lain. Lalu apa yang
              tersisa untuknya? Tak ada. Seperti ucapannya padaku: Tanpa mimpi dan
              semangat  orang  seperti  kita  akan  mati  .  Ya,  tergeletak  di  atas  selembar
              tikar  purun, dengan  seragam  putih abu-abu yang dipakai  untuk  sekolah
              dan  bekerja,  bangun  pukul  dua  pagi  untuk  memikul  ikan,  yang  tersisa
              untuknya memang hanya semangat dan mimpi-mimpi..
                  Aku ingin membahagiakan  Arai,  aku ingin  berbuay sesuatu seperti
              yang  ia  lakukan  pada  Jimbron.  Seperti  yang  selalu  ia  lakukan  padaku.
              Aku  sering  melihat  sepatuku  yang  menganga  seperti  buaya  berjemur
              tahu-tahu  sudah  rekat  kembali,  Arai  diam-diam  memakunya.  Aku  juga
              selalu  heran  melihat  kancing  bajuku  yang  lepas  tiba-tiba  lengkap  lagi,
              tanpa banyak  cincong  Arai menjahitnya. Jika terbangun malam-malam,
              aku  sering  mendapatiku  telah  berselimut,  Arai  menyelimutiku.  Belum
              terhitung kebaikannya waktu ia membelaku dalam perkara rambut belah
              tangah Toni Koeswoyo saat aku masih SD dulu. Bertahun lewat tapi aku
              tak’kan  lupa  Rai,  akan  kubalas  kebaikannmu  yang  tak  terucapkan  itu,
              jasamu yang tak kenal pamrih itu, ketulusanmu yang tak kasatmata itu..
                  Dan aku tahu persis caranya, sebab aku paham saat ini kebahagiaan
              Arai sesungguhnya terperangkap dalam sebuah peti. Kunci peti itu berada
              di tangan wanita ini: Zakiah Nurmala binti Berahim Matarum. Cinta Arai
              pada  Nurmala  adalah  salah  satu  dari  kisah  cinta  yang  paling
              menyedihkan  di  muka  bumi  ini.  Cinta  yang  patah  berkeping-keping
              karena  selingkuh  dan  pengkhianatankah  yang  paling  menyakitkan?
              Bukan. Cinta yang dipaksa putus karena perbedaan status, harta benda,
              dan  agamakah  yang  paling  menyesakkan?  Masih  bukan.  Cinta  yang
              menjadi dingin karena penyakit, penganiayaan, dan kebosanankah yang
              paling  menyiksa?  Tidak.  Atau  cinta  yang  terpisahkan  samudra,  lembah,
              dan  gunung-gemunung  yang  paling  pilu?  Sama  sekali  tidak.
              Bagaimanapun  pedih  dilalui  kedua  sejoli  dalam  empat  keadaan  itu
              mereka masih dapat saling mencinta atau saling membenci. Namun, yang
              paling memilukan adalah cinta yang tak peduli. Karena itu seorang filsuf
              yang siang malam merenungkan seni mencinta telah menulis love me or
              just hate me, but spare me with your indifference’ cintai aku atau sekalian
              benci aku, asal jangan tak acuhkan aku’. Malangnya yang terakhir itulah
              yang dialami Arai..
                  Sejak pertama kali melihatnya waktu hari pendaftaran di SMA Arai
              telah  jatuh  hati  pada  Nurmala.  Cinta  pada  pandangan  pertama.  Dan
              sejak  itu  ia  telah  mengirimi  kembang  SMA  kami  itu  beratus-ratus  kali
              salam. Tak  satupun ditanggapi.  Ia  juga telah mengirimkan  puisi  bahkan
              pantun yang memikat:.

                                          112
              -Sang Pemimpi-                                                                                                                     ADEF
   109   110   111   112   113   114   115   116   117   118   119