Page 95 - Sang Pemimpi by Andrea Hirata (z-lib.org)
P. 95

kepala..
                  “Meskipun kaupenuhi celengan sebesar kuda sungguhan, sahabatku
              Jimbron,  tak’kan  pernah  uang-uang  receh  itu  mampu  membiayaimu
              sekolah  Perancis...  ,  demikian  kata  hatiku.  Dan  dengarlah  itu,  Kawan.
              Siratan kalimat sinis dari orang yang  pesimis. Sungguh berbisa sengatan
              sikap pesimis. Ia adalah hantu yang beracun. Sikap itu mengekstrapolasi
              sebuag kurva yang turun ke bawah dan akan terus turun ke bawah dan
              telah  membuatku  menjadi  pribadi  yang  gelap  dan  picik.  Seyogyanya
              sikap buruk yang berbuah keburukan: pesimistis menimbulkan sinis, lalu
              iri, lalu dengki, lalu mungkin fitnah. Dan dengarlah ini, Kawan, akibatnya
              nyata  sikap  buruk  itu  “Tujuh  puluh  lima!!  Sekali  lagi  75!!  Itulah  nomor
              kursi ayahmu sekarang...
                  “Aku  dipanggil  Pak  Mustar.  Dengan  gaya  orang  Melayu  tulen  aku
              disemprotnya  habis-  habisan,  “Hanya  tinggal  satu  semester  lagi  tamat
              SMA, memalukan!! Memalukan bukan buatan!! ”.
                  “Keterlaluan!!  Orang  sepertimu  patut  dibuat  sekandang  dengan
              Malin Kundang, Itulah orang sepertimu, kalau kau ingn tahu!! Sangkamu
              kau siapa?? Pythagoras apa? Di SMA yang ketat bersaing ini kau pikir bisa
              menjaga kursimu dengan belajar sekehendak hatimu!! ?? “Suaranya berat
              penuh  sesal.  Ia  memang  garang  tapi  semua  orang  tahu  bahwa
              sesungguhnya ia penuh perhatian, hanya caranya saja yang keras..
                  “Kini kau terdepak jauh dari garda depan?? “Ia menatapku  geram.
              Marah,  tak  habis  mengerti,  ada  satu  kilatan  kecewa,  kecewa  yang  sakit
              jauh di dalam hatinya. Ia memandang jauh keluar jendela. Diam. Lalu ia
              berbalik  menatapku,  suaranya  tertahan,  “Tahukkah  kau,  Bujang??
              Sepanjang waktu aku bermimpi anakku duduk di kursi garda depan itu...
                  “Aku terharu melihat mata Pak Mustar berkaca-kaca..
                  “Kini ia sekolah di Tanjong Pandan, di SMA yang monyet pun jika
              mendaftar  akan  diterima!!    Dan  kau,  kausia-siakan  kehormatan  garda
              depan  itu!!  ??  Mengapa  kau  berhenti  bercita-cita,  Bujang?  Pahamkah
              engkau,  berhenti  bercita-cita  adalah  tragedi  terbesar  dalam  hidup
              manusia!! ”.
                  Aku  menunduk  diam  menekuri  kata-kata  yang  amat  dalam
              maknanya. Kata-kata itu menusuk-nusuk pori-poriku..
                  “Surat  undangan  sudah  kuposkan  pada  ayahmu,  dapat
              kaubayangkan  perasaan  beliau  sekarang??  “Dan  ketika  nama  ayahku
              disebut. Aku sontak sadar, sikap pesimis telah mengkhianatiku bulat-bulat.
              Aku kecewa, kecewa yang sakit jauh di dalam hatiku..
                  “Aku berani bertaruh, ayahmu tak’kan sudi datang.
                  “Aku menciut, lemas ditikam perasaan bersalah..
                  “Wan  prestasi!!  Cidera  janji!!  Anak  yang  tak  mampu  memenuhi

                                          93
              -Sang Pemimpi-                                                                                                                     ADEF
   90   91   92   93   94   95   96   97   98   99   100