Page 93 - Sang Pemimpi by Andrea Hirata (z-lib.org)
P. 93

garis  dari  menggantungkan  diri  menjadi  mandiri.  AKu  dipaksa  belajar
              bertanggung  jawab  pada  diriku  sendiri.  Satu  lapisan  tipis  seolah
              tersingkap  di  mataku  membuka  tabir  filosofis  yang  pasti  menjadi  orang
              dewasa yaitu: hidup menjadi semakin tak mudah..
                  Aku sendiri, Jimron, dan Arai yang kusaksikan membersihkan meja
              di  restoran,  menjadi  kernet,  dan  pedagang  kweni  tak  lain  adalah
              manifestasi  dari  sikapku  yang  telah  bisa  realistis;karena  usiaku  telah
              menginjak  delapan  belas.  Kini  aku  sadar  setelah  menamatkan  SMA
              nasibku  akan  sama  dengan  nasib  kedua  sahabatku  waktu  SMP;Lintang
              dan Mahar. Lintang  yang  cerdas malah  tak  sempat  menyelesaikan SMP.
              Sungguh  tak  adil  dunia  ini;seorang  siswa  garda  depan  sekaligus  pelari
              gesit  berambut ikal mayang akan  berakhir  sebagai tukang  cuci piring di
              restoran mi rebus..
                  Berada dalam pergaulan remaja Melayu yang seharian membanting
              tulang, mendengar pandangan mereka tentang masa depan, dan melihat
              bagaimana  mereka  satu  persatu  berakhir,  lambat  laun  memengaruhiku
              untuk menilai situasiku secara realistis. Namun, tak pernah kusadari sikap
              realistis sesungguhnya mengandung bahaya sebab ia memiliki hubungan
              linear dengan perasaan pesimis. Realistis tak lain adalah pedal rem yang
              sering menghambat harapan orang..
                  Sekarang,  setiap  kali  Pak  Balia  membuai  kami  dengan  puisi-puisi
              indah Prancis aku hanya menunduk, menghitunng hari yang tersisa untuk
              memikul ikan dan menabung. Dan sampa di los kontrakan, melongok ke
              dalam  kaleng  celenganku  yang  penuh,  penuh  oleh  uang  receh,  darah
              masa  mudaku  yang  berapi-api  perlahan  padam.  Aku  sangat  Mafhum,
              bahwa tabunganku itu tak akan pernah mampu membawaku keluar dari
              pulau  kecil Belitong  yang bau karat ini. Bagi kami,  harapan sekolah ke
              Prancis  tak  ubahnya  pungguk  merindukan  dipeluk  purnama.  serupa
              kodok  ingin  dicium  putri  agar  berubah  jadi  pangeran.  Altar  suci
              almamater  Sorbonne,  menjelajah  Eropa  sampai  ke  Afrika,  hanyalah
              muslihat  untuk  menipu  tubuh  yang  kelelahan  agar  tegar  bangun  pukul
              dua  pagi  untuk  memikul  ikan.  Kami  tak  lebih  dari  orang  yang
              menggadaikan seluruh kesenangan masa muda pada kehidupan dermaga
              yang keras, hidup tanpa pilihan dan belas kasihan..
                  Kini  aku  telah  menjadi  pribadi  yang  pesimistis.  Malas  belajar.
              Berangkat dan  pulang sekolah lariku  tak  lagi deras. Hawa  positif dalam
              tubuhku  menguap  dibawa  hasutan-  hasutan  pragmatis.  Untuk  apa  aku
              memecahkan  kepalaku  mempelajari  teorema  binomial  untuk  mengukur
              bilangan  tak  berhingga  jika  yang  tak  berhingga  bagiku  adalah
              kemungkinan  tak  mampu  melanjutkan  sekolah  setelah  SMA,  jikayang
              akan kuukur nanti hanya jumlah ikan yang telah kupikul agar mendapat

                                          91
              -Sang Pemimpi-                                                                                                                     ADEF
   88   89   90   91   92   93   94   95   96   97   98