Page 88 - Sang Pemimpi by Andrea Hirata (z-lib.org)
P. 88

Darahku mendidih. Aku mencapai puncak emosi..
                  “Yang  dapat  menandingi  kuda  Australia  hanya  kuda  Arab,  Kal!!
              Tahukah kau mengapa pia jantan di juluki kuda Arab? !! Astaga Kal, kaki
              belakang hewan itu seperti ada tiga!! Kau paham maksudku??
                     “Akhirnya, batu karang kesabaranku terbelah. Aku meledak..
                  “Diaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaammmmmmmmmmmmmmmmm!!          !
              Aku  bangkit,  berteriak  sekuat  tenaga  membentuk  Jimbron  sambil
              membanting sikat gigi, lap, dan pahat..
                  Brughh!!  Arai  yang  tengah  mengumpulkan  kotoran  kelelewar
              terperanjat. Jika tidak mengikatkan dirinya pada balok plafon, dia sudah
              terhempas  ke  lantai.  .  Kotoran  kelelewar  dari  tas  Arai  tumpah  seperti
              hujan bubuk belerang menimpa kepala Jimbron yang berdiri gemetar. Ia
              tak mampu bergerak karena kaget pada gertakanku..
                  “Aku sudah muak, Bron!!  Muak!! Muak!! Muaaakk... dengan cerita
              kudamu  itu!!  Apa  sudah  tak  ada  topik  lain?  !!  Tak  tahukah  kau,  Bron?
              Jiwamu telah dirasuki setan kuda!! ”.
                  Jimbron  berdiri  mematung,  pucat  pasi.  Ia  seakan  tak  percaya  aku
              tega  membentaknya  sekeras  itu.  Ia  tak  percaya  kata-kata  kasar  itu
              terhambur  dari  mulutku  dan  ditumpahkan  untuknya.  Bibirnya  bergetar,
              wajahnya pucat dan sembap. Air mata menepi di pelupuknya. Napasnya
              cepat.  Dia  sangat  terkejut,  dia  sangat  tersinggung.  Dia  tahu  aku  tak
              pernah  marah  dan  lebih  dari  itu  aku  tahu  persis  Jimbron  yang  besar
              seperti pintu, yang gempal dan polos, adalah laki-laki lemah lembut yang
              tak pernah dikasari siapa pun. Pendeta Geovanny telah membesarkannya
              dengan penuh kehalusan budi dan tutur kata..
                  Kejadian  ini  terjadi  seperti  refleks,  sangat  cepat  di  luar  kendaliku.
              Kemarahan  setinggi  puncak  gunung  terjadi  di  dalam  satu  detik  dan
              sekarang,  pada  detik  berikutnya,  hatiku  dingin  seperti  sebongkah  es,
              terpuruk  jauh  dalam  jurang  penyesalan.  Jimbron  tak  pernah  dihardik
              dengan  keras  oleh  siapa  pun  dan  aku  tak  pernah  berteriak  seperti
              kelakukan orang geladak kapal itu..
                  Ah!! Aku telah melukai hati Jimbron. Hatinya yang lunak dan putih.
              Bukankah  aku  selalu  berjanji  padaku  sendiri  akan  selalu  melindungi
              Jimbron?  Aku menendang  ember di dekatku karena marah  pada diriku
              sendiri. Aku sedih menyadari ada sosok lain dalam diriku yang diam-diam
              sembunyi, sosok yang tak kukenal. Sosok itu menjelma dengan cepat, lalu
              mendadal  lenyap meninggalkan aku berdiri sendiri di depan Jimbron di
              tumpuki berton-ton perasaaan bersalah. Bersalah pada Jimbron, bersalah
              pada  Pendeta  geo,  bahkan  pada  Arai.  Lututku  lemas.  Aku  merasa
              sebagian diriku telah mengkhianati bagian diriku yang lain..
                  Aku  menghampirinya,  Melepaskan  siang  yang  melingkari  lehernya

                                          86
              -Sang Pemimpi-                                                                                                                     ADEF
   83   84   85   86   87   88   89   90   91   92   93