Page 85 - Sang Pemimpi by Andrea Hirata (z-lib.org)
P. 85

Jika  kita  ditimpa  buah  nangka,  itu  artinya  memang  nasib  kita
              harus ditimpa buah nangka. Tak dapat, sedikit pun, dielakkan. Dulu, jauh
              sebelum  kita  lahir,  Tuhan  telah  mencatat  dalam  buku-Nya  bahwa  kita
              memang  akan  ditimpa  buah  nangka.  Perkara  kita  harus  menghindari
              berada  di  bawah  buah  nangka  matang  sebab  tangkainya  sudah  rapuh
              adalah perkara lain. Tak apa-apa kita duduk santai di bawah buah nangka
              semacam itu karena toh Tuhan telah  mencatat dalam  buku-Nya apakah
              kita akan ditimpa buah nangka atau tidak..
                  Nah,  Kawan,  dengan  mentalitas  seperti  itulah  Jimbron
              memersepsikan  dirinya.  Barangkali  ada  benarnya  di  satu  sisi,  tapi  tak
              dapat dimungkiri pandangan itu mengandung kanaifan yang mahabesar.
              Bagaimana  mungkin  seorang  manusia  memiliki  akal  seperti  itu?  Besar
              dugaanku  karena  kemampuan  mengantisipasi  suatu  akibat  memang
              memerlukan  kapasitas  daya  pikir  tertentu.  Diperlukan  integelensia  yang
              tinggi  untuk  memahami  bahwa  buah  nangka  matang  yang
              menggelembung  sebesar  tong,  dengan  tangkainya  yang  sudah  rapuh,
              dapat  sewaktu-waktu  jatuh  berdebam  hanya  karena  dihinggapi  kupu-
              kupu. Integelensia Jimbron tak sampai ke sana..
                  Maka menerima hukuman apa pun dari Pak Mustar Jimbron ikhlas
              saja. Disuruh berakting, ya dia berakting sebaik mungkin. tak ada alasan
              untuk  main-main.  Disuruh  membersihkan  WC  yang  lubangnya  dibanjiri
              bakteri  ekoli,  ia  juga  senang-senang  saja.  Semuanya  ia  jalani  dengan
              sepenuh jiwa sebab hukuman itu baginya merupakan  bagian dari mata
              rantai nasib yang dianugerahkan sang Maha Pencipta di langit untuknya
              dan memang telah tercatat dalam buku-Nya..
                  Lapangnya  suasana  hati  Jimbron  dapat  diketahui  dari
              kelancarannya  berbicara.  Sambil  mengalungkan  selang,  menenteng
              ember  seng  besar,  berkaus kutang, dan  berkeringat, wajah  jenaka  buah
              menteganya  riang gembira. Ia bahkan tak terganggu sedikit pun dengan
              bau busuk WC lapuk itu. Gagapnya nyaris tak tampak. Dengan ekspresi
              penuh keagungan atas ceritanya, mulutnya tak berhenti berceloteh..
                  “Amboi... kuda Libya... , “katanya sambil memeluk ember.
                  “Kuda  yang  paling hebat!! Kau tahu  sebabnya, Kal?? Tahu?? “Dari
              tadi, sejak dua jam yang lalu, ia terus nyerocos tentang kuda, Mulut dan
              hidungku tertutup rapat saputangan untuk menghalangi bau busuk yang
              menusuk-  nusuk. Saputangan itu sudah  kulumuri remasan daun  bluntas

                                          83
              -Sang Pemimpi-                                                                                                                     ADEF
   80   81   82   83   84   85   86   87   88   89   90