Page 128 - Sang Pemimpi by Andrea Hirata (z-lib.org)
P. 128

yang khas, mengalirlah ke udara lengkingan syahdu Ray Charles..
                  I can’t stop loving you....
                  I’ve made up my mind....
                  Sungguh  hebat  Ray  Charles  bernyanyi.  Pria  buta  itu  seakan
              menumpahkan  seluruh  jeritan  jiwanya  melalui  suaranya  yang  berat
              terseret-seret, penuh derita sekaligus  harapan karena tak  kuasa  berhenti
              mencintai  seseorang.  Dan  belum  habis  bait  pertama  kudengar  suara
              langkah tergopoh-gopoh menghampiri jendela. Aku merasa tegang waktu
              seseorang  membuka  jendela  dengan  tergesa-gesa.  Lalu  di  ambang
              jendela yang tinggi berdirilah Zakiah Nurmala. Cantik, anggun semampai
              seperti Gabriella Sabatini. Ia tercengang sambil memilin rambutnya yang
              bergelombang  dan  tergerai  tak  teratur.  Lalu  merekah,  namun  segera
              padam,  dan  merekal  lagi,  kemudian  padam  lagi,  dan  kembali  merekah
              senyum  yang  susah  payah ia tahan-tahan.  Manis tak terperikan. Seperti
              madu  pada  musim  bunga  meranti.  Jelas  sekali  ia  pencinta  berat  Ray
              Charles dan wajahnya seakan bertanya, “Bagaimana kalian bisa tahu aku
              penggemar  Ray Charles? “Dan disana, ditengah lapangan rumput, demi
              melihat Nurmala senang,  Arai  beraksi semakin menjadi-jadi, meliuk-liuk
              seperti  ikan  lele  terlempar  ke  darat.  Putih  berkilauan  bergelombang-
              gelombang.  Topi  sombreronya  ia  lepaskan,  ia  lambai-lambaikan  lalu
              dikenakannya  kembali.  Demikian  berulang  kali.  Tidaklah  buruk
              penampilan  Arai  kalu  ini.  Bahasa  Inggris-nya  meman  jago  sehingga  ia
              memahami  arti  setiap  kata  yang  dilantunkan  Ray  Charles.  Mulutnya
              monyong-monyong kesana kemari sesuai pengucapan Ray. Dan gayanya
              memesona: Ia membungkuk, menepuk-nepuk dada, mengibas-ngibaskan
              tangannya,  berlutut,  menengadah  ke  langit  sambil  membekap  kedua
              tangannya  di  dada,  dan  berlari-lari  kecil.  Lebih  dari  itu  ia  mampu
              menghayati  makna  setiap  syair  “I  Can’t  Stop  Loving  You”sebagai
              ungkapan  hatinya  pada  Nurmala.  Aku  dan  Jimbron  tertegun
              menyaksikan pemandangan indah yang menyentuh hati itu: seoran laki-
              laki yang sama sekali tak berbakat seni, berdandan seperti ingin tampil di
              televise,  tak mampu membawakan lagu cukuplah dengan membawakan
              gaya, tapi ia tampil dengan sepenuh jiwa, ia pentas di lapangan rumput
              hanya untuk pujaan hatinya seorang. Nurmala cekikikan dan tak berhenti
              tersenyum sampai bait terakhir lagu itu..
                  The  say  that  time…  Heals  a  broken  heart…  But  time  has  stood
              still… When you are apart… Lagu pun usai. Nurmala mundur dan pelan-
              pelan  menutup  jendela.  Lalu  ia  mematika  lampu  kamarnya.  Aku  dan
              Jimbron membereskan tape dan aki. Arai melilitkan Slayer putih di leher
              panjangnya. Ia tersenyum melihat jendela yang tertutup rapat. Ia berbalik,
              langkahnya  yang  canggung  tapi  anggun  seperti  belalang  sembah

                                          126
              -Sang Pemimpi-                                                                                                                     ADEF
   123   124   125   126   127   128   129   130   131   132   133