Page 53 - Sang Pemimpi by Andrea Hirata (z-lib.org)
P. 53

Langkahkan  kakimu  di  atas  altar  suci  almamater  terhebat
              tiada  tara:  Sorbonne.  Ikuti  jejak-jejak  Sartre,  Louis  Pasteur,
              Montesquieu,  Voltaire.  Di  sanalah  orang  belajar  science,  sastra,
              dan seni hingga mengubah peradaban.... “
                  “Aku  dan  Arai  tak  berkedip  waktu  Pak  Balia
              memperlihatkan  sebuah  gambar.  Dalam  gambar  itu  tampak
              seorang pelukis sedang menghadapi sebidang kanvas.
                  Ada  sedikit  coretan  impresi.  Dan  nun  di  sana,  di  belakang
              kanvas  itu,  berdiri  menjulang  Menara  Eiffel  seolah  menunduk
              memerintahkan  Sungai  Seine  agar  membelah  diri  menjadi  dua
              tepat  di  kaki-kakinya.  Sungai  itu  pun  patuh.  Riak-riak  kecilnya
              membiaskan  cahaya  seumpama  jutaan  bola-bola  kaca  yang
              dituangkan dari langit.
                  Pada saat itulah aku, Arai, dan Jimbron mengkristalisasikan
              harapan agung kami dalam satu statement yang sangat ambisius:
              cita-cita  kami  adalah  kami  ingin  sekolah  ke  Prancis!  Ingin
              menginjakkan  kaki  di  altar  suci  almamater  Sorbonne,  ingin
              menjelajah  Eropa  sampai  ke  Afrika.  Harapan  ini  selanjutnya
              menghantui  kami  setiap  hari.  Begitu  tinggi  cita-cita  kami.
              Mengingat  keadaan  kami yang  amat  terbatas, sebenarnya lebih
              tepat  citacita  itu  disebut  impian  saja.  Tapi  di  depan  tokoh
              karismatik seperti Pak Balia, semuanya seakan mungkin.
                  Pak  Balia  mengakhiri  session  sore  dengan  menyentak
              semangat kami.  “
                  “Bangkitlah,  wahai  Para  Pelopor!!.  Pekikkan  padaku  kata-
              kata  yang  menerangi  gelap  gulita  rongga  dadamu!  Kata-kata
              yang memberimu inspirasi!! “
                  “Para  Pelopor!!  Panggilan  Pak  Balia  untuk  kami  sebagai
              siswa angkatan pertama SMA Negeri Bukan Main.
                  Panggilan  itu  senantiasa  membuncahkan  tenaga  dalam
              pembuluh darah kami.
                  Tangan-tangan  muda  Melayu  serta-merta  menuding  langit,
              puluhan jumlahnya, berebutan ingin tampil.
                  “Makruf!! “
                  “Beruntung  sekali,  ia  terpilih.  Ketua  Pramuka  SMA  Bukan
              Main  ini  meloncat  ke  depan.  Kata-katanya  patahpatah

                                          51
              -Sang Pemimpi-                                                                                                                     ADEF
   48   49   50   51   52   53   54   55   56   57   58