Page 51 - Sang Pemimpi by Andrea Hirata (z-lib.org)
P. 51

pukul enam sudah bisa diserbu ibu-ibu. Artinya, setelah itu kami
              leluasa untuk sekolah.
                  Setiap pagi kami selalu seperti semut kebakaran. Menjelang
              pukul  tujuh,  dengan  membersihkan  diri  seadanya—karena  itu
              kami selalu berbau seperti  ikan pari—  kami tergopoh-gopoh  ke
              sekolah.  Jimbron    menyambar    sepedanya,  yang  telah
              dipasanginya  surai  sehingga  baginya  sepeda  jengki  reyot  itu
              adalah kuda terbang pegasus. Aku dan Arai berlari sprint menuju
              sekolah.
                  Sampai  di  sekolah,  semua  kelelahan  kami  sertamerta
              lenyap, sirna tak ada bekasnya, menguap diisap oleh daya tarik
              laki-laki  tampan ini, kepala  sekolah  kami ini, guru  kesusastraan
              kami:  Bapak  Drs.  Julian  Ichsan  Balia.  Sebagai  anak-anak  yang
              sejak  sekolah  dasar  diajarkan  untuk  menghargai  ilmu
              pengetahuan  dan  seni,  aku,  Arai,  dan  Jimbron  sungguh
              terpesona pada Pak Balia.
                  Berpostur sedang, berkulit bersih, 170 cm kurang lebih, Pak
              Balia  selalu  tampil  prima  karena  ia  mencintai  profesinya,
              menyenangi  ilmu,  dan  lebih  dari  itu,  amat  menghargai  murid-
              muridnya.  Setiap  representasi  dirinya  ia  perhitungkan  dengan
              teliti  sebab  ia  juga  paham  di  depan  kelas  ia  adalah  center  of
              universe  dan  karena  yang  diajarkannya  adalah  sastra,  muara
              segala  keindahan.  Wajahnya  elegan  penuh  makna  seperri
              sampul  buku  ensiklopedia.  Tulang  pipi  yang  lonjong
              membuatnya tampak sehat dan muda ketika timbangannya naik
              dan membuatnya berkarakter  menawan  waktu ia  kurus.  Warna
              cokelat  adalah  sandang  kesenangannya  sebab  seirama  dengan
              warna  bola  matanya.  Ilmu  yang  terasah  oleh  usia  yang
              senantiasa  bertambah,  menjadikan  dua  bola  kecil  cokelat  yang
              teduh  itu  bak  perigi  yang  memeram  ketinggian  ilmu  dalam
              kebijaksanaan umur.
                  Kreatif! Merupakan daya tarik utama kelasnya.
                  Ketika  membicarakan  syair-syair  tentang  laut,  beliau
              memboyong  kami  ke  kampung  nelayan.  Mengajari  kami
              menggubah  deburan  ombak  menjadi  prosa,  membimbing  kami
              merangkai  bait  puisi  dari  setiap  elemen  kehidupan  para

                                          49
              -Sang Pemimpi-                                                                                                                     ADEF
   46   47   48   49   50   51   52   53   54   55   56