Page 184 - JALUR REMPAH
P. 184
170 | Jalur Rempah dan Dinamika Masyarakat Abad X - XVI
Ekspansi perdagangan orang Bugis pada paruh pertama abad ke-17,
terutama disebabkan oleh para pedagang yang berbondong-bondong datang
dari luar negeri. Namun, pedagang Bugis sudah sejak lama memiliki aktivitas
perkapalan yang luas. Pedagang Bugis sebetulnya telah ekspansif sejak abad
ke-16, ketika orang-orang Portugis menemukan kembali “rute Borneo” yang
harus melewati perairan Sulawesi sebagai pintu gerbang menuju kepulauan
rempah-rempah.
Pedagang Bugis sudah sejak lama membuka pelayaran maritim untuk
seluruh kepulauan Indonesia. Titik berangkat tidak hanya di pelabuhan
Makassar atau perairan pelabuhan yang dikuasai oleh orang-orang Bugis. Tapi,
juga meliputi Kaili di Sulawesi Tengah, beberapa daerah Kalimantan Timur
seperti Pasir dan Berau, dan Banjarmasin, Kalimantan Selatan, Pontianak,
Kalimantan Barat dan Sumbawa. Sementara itu, untuk tujuan ke Indonesia
bagian Timur adalah Buton, Ternate, Banda dan Kei. Meskipun, mulai paruh
abad ke-17 rute perairan Maluku dilarang Belanda, tetap mereka layari.
54
Sejak abas 15, pedagang Bugis membentuk komunitas di Banda. Mereka
secara tetap memasok budak-budak dari Buton untuk menggerakkan
perkebunan pala. Selain itu, mereka juga menyediakan bahan-bahan makanan
untuk keperluan budak-budak perkebunan, seperti beras, ikan asin dan juga
singkong. Mereka, juga ikut melakukan perdagangan pala dan fuli hingga ke
Sumbawa. Di sana mereka melakukan pertukaran kain tenun kasar dan kayu
cendena.
Sejak abad ke-14 pedagang-pedagang asing baik dari Indonesia maupun
seberang lautan, secara intesif mendatangi kepulauan Banda untuk memperoleh
pala dan fuli. Kedua komoditi itu mempunyai nilai yang tinggi di Timur Tengah
dan Eropa. Di tambah pula, ketika pasar Malaka terbentuk pada abad ke-15,
kepulauan Maluku dan Banda menjadi pelabuhan perantara untuk alih muat
rempah-rempah bagi Malaka.
Situasi itu, menciptakan perniagaan yang ramai di kepulauan Banda.
Pedagang-pedagang asing, seperti Arab, Jawa dan Melayu hilir mudik di
perairan Laut Banda. Mereka berniaga ke sana membawa produk makanan
54 Pelaut Bugis juga memiliki undang-undang maritim yang konon disusun oleh Amanna Gappa,
kepala komunitas Wajo di Makassar. Untuk hal ini lihat. Pelras. Op.cit., Manusia Bugis, hlm. 316.