Page 185 - JALUR REMPAH
P. 185

Terbentuknya Komunitas Pesisir dalam Perniagaan Rempah | 171


                 seperti beras, bawang merah dan putih, serta lada. Juga, pakaian katun dan
                 sutra, keramik, peralatan besi, dan emas mereka perdagangkan di pasar Banda.

                     Ramainya  perniagaan  di  kepulauan  rempah-rempah  menciptakan  jalur
                 perniagaan yang baru. Misalnya pedagang Arab yang biasanya titik berangkat
                 dari Aden, kemudian menyusuri pesisir barat Samudera Hindia. Namun, sejak
                 Malaka  menjadi  pasar  alih  muatan  dibuka  pelabuhan  Hormuz  menyusuri
                 pesisir timur Samudera Hindia dan memasuki perairan Sumatera untuk
                 berlabuh di Malaka. Jalur lain yang ditemukan kembali oleh Portugis pada awal
                 abad ke-16 yang dikenal sebagai rute Borneo. Jalur perniagaan dari Malaka
                 menuju Brunei, kemudian berbelok ke pesisir barat Sulawesi untuk memasuki
                 kepulauan rempah-rempah. Selain itu, rute lama yang dikenal sebagai jalur
                 selatan  berangkat  dari  Malaka  (Sumatera)  menyusuri  NTT,  NTB,  perairan
                 Maluku bagian tenggara dan tiba di kepulauan Banda, tetap dipergunakan.

                     Kemudian, pengaruh angin muson barat dan timur sangat penting bagi
                 pedagang asing, terutama untuk menetap sementara di Banda. Pedagang
                 berlayar tidak sendiri, tetapi satu kapal bisa membawa 100 orang pendayung,
                 dan ketika mereka menghuni membutuhkan ruang tertentu di Banda.
                 Menghuni sementara merupakan pertukaran kebudayaan, mereka tidak hanya
                 berinteraksi satu sama lain, tetapi saling mempengaruhi dan membentuk
                 proses kebudayaan.

                     Di samping itu, kawin-mawin antara pedagang asing dengan perempuan
                 lokal tidak terelakkan. Ada pedagang yang menikah untuk sementara waktu,
                 dan juga ada pedagang yang kawin-mawin dengan perempuan setempat untuk
                 selamanya. Ditambah pula dengan proses  Islamisasi  di  kepulauan  Banda
                 yang dimulai sejak abad ke-7 hingga abad ke-14, ketika Islam melembaga di
                 kepulauan Banda. Perkawinan pedagang asing dengan perempuan setempat
                 merupakan salah satu proses Islamisasi alamiah. Islamisasi menyumbangkan
                 pula kebudayaan Arab di  kepulauan Banda. Jalur perniagaan rempah juga
                 menghasilkan pengaruh kebudayaan Cina  yang membentuk tradisi  perahu
                 kora-kora dengan kepala ular naga.

                     Hal yang menarik dari kebudayaan Banda bercirikan nilai-nilai Islam
                 yang kuat, sehingga dapat dirumuskan sebuah ungkapan “adat Banda, adalah
                 (agama) Islam  itu sendiri.” Meskipun, masyarakat Banda bukan mayoritas
   180   181   182   183   184   185   186   187   188   189   190