Page 89 - JALUR REMPAH
P. 89
Produksi Rempah, Pelabuhan dan Jaringan Perniagaan di Nusantara | 75
Bertambah ramainya kepulauan Banda juga ditandai kehadiran saudagar
baik dari dari Jawa dan Melayu maupun pedagang-pedagang lokal sendiri,
seperti dari Geser, Gorang, kepulauan Aru, kepulauan Kei dan Maluku Utara.
Orang-orang Kei biasanya menciptakan kapal dan memperdagangkan kepada
orang Banda. Kapal-kapal dipergunakan mereka untuk berdagang di sekeliling
perairan Maluku Tenggara. Barang dagangan lain yang berasal dari seputar
kepulauan Maluku ke pasar Banda adalah sagu, cengkeh, kelapa, dan ikan
asin dipertukarkan dengan kain basta, tenun, gading, emas, yang kemudian
dijadikan sebagai harta kawin bagi masyarakat kepulauan Banda. Perdagangan
di kepulauan Banda dimulai di pesisir, transaksi perdagangan mempergunakan
pertukaran barang atau barter sebagaimana diselenggarakan pula di beberapa
wilayah Nusantara. Barter diselenggarakan dengan menukarkan cengkeh,
pala, dan fuli dengan barang yang dibawa oleh pedagang asing dan Indonesia,
seperti katun, piring/gelas porselen, gerabah dan peralatan pertanian. Proses
perdagangan ini mendorong terbentuknya pasar sebagai pusat dan tempat
pertemuan antara penjual dan pembeli.
Ramainya perdagangan di kepulauan Banda pada tahap berikutnya juga
mendorong masyarakat perdagangan membentuk jaringan produksi dan
distribusi barang yang diperdagangkan di pesisir pantai kepulauan Maluku
Tenggara. Orang kaya Banda menggalang kerjasama dengan pedagang di
kepulauan Maluku. Situasi ini membentuk kepulauan Banda sebagai pusat
pelabuhan perdagagnan perantara terutama komoditas pala dan fuli yang
menjadi primadona perdagangan dunia.
Untuk menguatkan kedudukan Banda sebagai pelabuhan rampah yang
semakin ramai, kemudian orang-orang kaya Banda membentuk syahbandar
secara kolektif yang meliputi orang-orang Jawa. Tujuan dibentuknya
syahbandar kolektif adalah untuk melayani beragam pedagang di kepulauan
Banda. Syahbandar awalnya memasok rempah-rempah Banda dalam jumlah
kecil kepada pedagang yang singgah, yang telah melakukan perjalanan jarak
jauh ke Banda dan kembali ke negerinya pada musim angin sebaliknya.
15
Seperti halnya bulan November merupakan musim angin timur, dalam musim
15 Menjelang akhir abad ke-14 era Dinasti Ming, pelaut-pedagang Cina telah berlayar ke sana
melalui Laut Sulu. Bagaimanapun, dari akhir abad ke-14 ke atas pedagang Cina tampaknya kurang
tertarik dengan perdagangan langsung, produk rempah-rempah Banda lebih terjamin diperoleh dari
pelabuhan perantara. Untuk hal ini lihat. Hall. Op.cit. A History of Early Southeast Asia …, hlm. 314.