Page 72 - MENJADI GURU SEJAHTERA TANPA UTANG-
P. 72
memiliki anak. Anak‐anak mereka sudah memiliki kehidupan
masing‐masing, sehingga hampir tidak ada yang pernah
menjenguk mereka. saat mbah Marto Kirman masih hidup,
kehidupan Mbah Sumi tidak nampak banyak masalah, karena
Mbah Marto Kirmanlah yang menanggung perekonomian
keluarga mereka. walaupun merupakan pasangan yang
sudah tua, mereka pasangan pekerja keras.
Mbah Sumi sehari hari berjualan “sate kere” yaitu sate
yang berbahan tempe gembus, yang rasanya begitu nikmat.
Dari situlah dulu aku mulai mengenal Mbah Sumi. Setiap
lewat depan rumah aku selalu membeli. Dan biasalah, sambil
membungkus sate, dia selalu sambil bercerita kesana kemari.
Jadi setidaknya aku tahu masa lalu Mbah Sumi dan Mbah
Marto Kirman. Bahkan sampai Mbah Marto Kirman jatuh
sakit, Mbah Sumi masih bersemangat berjualan. Begitu Mbah
Marto meninggal, seakan semangat Mbah Sumi mulai
berkurang. Mungkin selain faktor umur yang sudah semakin
menua dan sudah tidak kuat lagi menggendong
dagangannya, juga karena Mbah Marto Kirman yang sudah
tidak ada lagi.
Sejak tidak berjualan itulah, Mbah Sumi sepertinya tidak
memiliki kegiatan yang yang bisa menopang
perekonomiannya. Semangat hidupnya sudah tidak seperti
ketika Mbah Marto Kirman masih ada. Alhamdulillah masih
ada satu anak dari Mbah Marto Kirman yang dirawat Mbah
Sumi sejak SD, mengirimkan uang kepadanya. Sayang dia
tinggal jauh di luar provinsi yaitu di Surabaya. Dialah satu‐
satunya anak yang sering diceritakan Mbah Sumi kepadaku.
Mbah Sumi sangat menyayanginya. Tapi lagi‐lagi terbentur
64 | Danarti