Page 81 - MENJADI GURU SEJAHTERA TANPA UTANG-
P. 81
begitu…dan kejadian itu benar‐benar terjadi. Tak terasa
airmataku meleleh di pipi. Mbah, maafkan aku. Aku tak
pernah mendoakanmu seperti itu.
Sampai di rumah, setelah memasukkan sepeda, aku
langsung ke rumah Mbah Sumi. Di sana sudah banyak para
tetangga berkumpul. Polisipun sudah ada di TKP. Aku
langsung merangsek di antara kerumunan dengan meminta
ijin untuk melihat jenazah. Ternyata jenazah masih ditempat
semula. Tanpa mempedulikan bau yang begitu menyengat
aku masuk rumah.
Apa yang aku lihat jauh di luar dugaanku. Tubuhnya
sudah melepuh dan ada sebagian yang sudah pecah sehingga
nampak ada makhluk kecil‐kecil yang keluar. Tanpa sadar
airmataku tumpah ruah, dan ternyata hidung dan perutku tak
mampu menahan bau yang sudah begitu menyengat. Akupun
tak bisa bertahan, akhirnya akupun keluar rumah. Aku hanya
bisa mendoakan dia semoga Allah menerima semua amal
baiknya dan menempatkan dia di surganya. Dia adalah
seorang yang rajin pergi ke masjid, dan aku yakin Allah akan
memberikan kebahagiaan di akherat.
Aku belum melihat suamiku berada di kerumunan para
tetangga. Aku akhirnya memutuskan pulang lebih dulu untuk
mengabari suami dan anti baju. Akupun belum sempat
menanyakan ke kerabat jauh Mbah Sumi yang tadi sudah
kulihat ada yang datang. Sampai rumah suami aku telepon.
Dia bilang baru dalam perjalanan. Setelah suami sampai di
rumah aku ceritakan pengalaman yang aku alami ketika
Mbah Sumi bercerita tentang kematian. Dia sedikit marah
kepadaku, dan dia bilang besok lagi kalau berbicara itu harus
Menjadi Guru Sejahtera Tanpa Utang (Bukan Mimpi) | 73