Page 78 - MENJADI GURU SEJAHTERA TANPA UTANG-
P. 78
Selang beberapa hari berikutnya, dia ke rumah lagi dan
bertanya dengan pertanyaan yang sama. “Nduk, kalau besok
aku mati gimana?” Aku kok menjadi tidak sabaran
mendengar pertanyaan Mbah Sumi yang diulang‐ulang.
Akhirnya aku menjawab pertanyaannya dengan sedikit
bercanda.
“Mbah, kalau nanti meninggal, walau tak punya kerabat
pasti juga akan ada yang menguburkannya. Tidak mungkin
dibiarin membusuk di rumah to Mbah. Kan kasihan nanti
tetangga akan kena baunya. Sudahlah tidak usah bicara
tentang mati lagi ya. Enakan bicara nanti mau masak apa…”
akhirnya pembicaraan tentang kematian kita lupakan.
Berselang minggu, bersamaan dengan datangnya bulan
haji, Mbah Sumi bercerita ada anak keponakan dari kerabat
jauh sedang pergi haji. Dia bilang ingin sekali mengunjunginya
setelah dia pulang nanti. Aku berjanji, kalau musim pulang
haji sudah datang aku akan mengantar dia mengunjungi
kerabatnya yang pulang haji. Nampak dia sangat bahagia.
Aku biasa berangkat ke sekolah pagi‐pagi sekali, karena
ada jam pelajaran tambahan. Sebelum berangkat aku melihat
Mbah Sumi menyapu halaman samping rumahku. setelah
mengeluarkan sepeda, aku sekedar menyapa dan
mengucapkan terima kasih sudah menyapukan rumahku. Aku
tak lupa memberi dia sekedar uang untuk belanja hari itu,
biar dia tidak berutang di warung lagi. Aku memberikan uang
belanja setiap hari. Aku tidak pernah memberikan dalam
jumlah banyak ke Mbah Sumi, karena kalau dia merasa punya
uang lebih, tetangga sebelahnya akan merayu dia agar
70 | Danarti