Page 108 - PROSES & TEKNIK PENYUSUNAN UNDANG-UNDANG
P. 108

PROSES & TEKNIK
                  PENYUSUNAN UNDANG-UNDANG


                           c.   Keutamaan (privileges); atau
                           d.   Tugas (duties).

                                Baru setelah itu menyusun ketentuan dari sudut pandang orang
                           yang akan diatur atau yang dijadikan objek aturan UU.
                                Di  samping  itu,  dapat  dikatakan  bahwa  pada  umumnya,
                           pengaturan susunan  suatu UU selalu  diharuskan bersifat  “functional”.
                           Artinya, penyusunan materi UU itu harus selalu mengacu kepada
                           kebutuhan untuk memenuhi tujuan atau untuk maksud mencapai tujuan
                           yang secara garis besar telah dirumuskan. Persoalan pokok yang selalu
                           timbul dalam setiap upaya penyusunan konsep materi UU ialah soal: 116

                           1.   Penentuan hierarki gagasan (hierarchy of ideas), yaitu berkenaan
                                dengan piramid logika (logical pyramid); dan

                           2.   Pada setiap lapisan hierarki gagasan itu menentukan pilihan
                                mengenai prinsip tata urutan  yang paling dianggap membantu
                                (the most helpful principle of order).

                                Biasanya, prinsip “ekonomi kata” menjadi pertimbangan  yang
                           menentukan  bahwa  semakin  baik  suatu  UU  dirumuskan,  semakin
                           sedikit halaman  yang diperlukan  untuk menuangkan materi norma
                           dalam  UU  yang  bersangkutan.  Misalnya,  untuk  efisiensi,  perancang
                           sebaiknya tidak merumuskan ketentuan UU  yang mengharuskan
                           pembacanya melakukan perujukan silang  (cross references) antar
                           pasal dari berbagai bab atau bagian yang berbeda. Sebab, hal itu akan
                           menyulitkan pembaca  untuk menemukan ketentuan-ketentuan  yang
                           saling berkaitan satu dengan yang lain. Daripada perumusan yang berisi
                           perujukan silang, lebih baik menggunakan alternatif lain yang menjamin
                           lebih mudah ditemukan, lebih jelas, dan lebih bisa dipakai (better find
                           ability, clarity, and usability).

                           2.   Pembagian Materi (Division)
                                Dalam perumusan materi suatu UU, para perancang biasanya
                           dihadapkan pada tiga persoalan, yaitu:  a) problem pembagian materi
                                                            117
                           (problem  of  division); b)  problem pengelompokan materi  (problem

                          116  Ibid.
                          117  Ibid.


                   90    dpr.go.id
   103   104   105   106   107   108   109   110   111   112   113