Page 42 - BUKU ANTOLOGI PROBLEMATIK RANAH PEMBANGUNAN SISTEM EKONOMI DAN HUKUM DI NEGARA REPUBLIK INDONESIA
P. 42
AMBIGUITAS PEMBANGUNAN KESADARAN
HUKUM DAN REPRESIFITAS
HAK KEBEBASAN BEREKSPRESI ORGANISASI
KEMASYARAKATAN DI INDONESIA
tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Perubahan Atas Undang-
Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan
menjadi Undang-Undang telah menghilangkan aturan dasar
tentang pembubaran ormas yang mana telah menodai prinsip dari
negara hukum yang wajib memberikan penghormatan terhadap
Hak Asasi Manusia.
Pemerintah yang memberikan legitimasi untuk kepentingan
keamanan nasional dan bangsa seharusnya dijelaskan secara
objektif dan terukur, kepentingan bangsa dan keamanan nasional
bagaimana yang terancam. Oleh karena itu, mekanisme yang tepat
dan sah untuk menguji apakah ormas tersebut telah mengancam
bangsa dan negara adalah sang hakim di dalam pengadilan melalui
pemeriksaan yang adil, terbuka, imparsial, dan terukur.
Berdasarkan penjabaran di atas dapat diketahui dan atau
disimpulkan beberapa hal sebagai berikut:
1. Hal ikhwal “Kegentingan yang memaksa” yang disebutkan
dalam konsiderans “Menimbang” dan “Penjelasan Umum”
Perppu Ormas terlihat sangat didominasi oleh argumentasi
pragmatis berdasarkan logika induktif Presiden Joko
Widodo atas kekhawatirannya terhadap kegiatan ormas
tertentu yang diduga bertentangan dengan Pancasila dan
UUD 1945 sehingga Presiden mengambil kebijakan untuk
menetapkan norma pengaturan (regeling) dalam bentuk
Perppu yang addressat norm-nya bersifat umum-abstrak
dengan memuat beberapa larangan tambahan terkait
kegiatan ormas serta pemberatan sanksi administratif
dan sanksi pidana. Maka dengan adanya Perppu tersebut,
Presiden dapat membubarkan setiap Ormas kapanpun yang
33