Page 201 - BUKU DUA - UPAYA MENYATUKAN KEMBALI REPUBLIK INDONESIA 1950-1960
P. 201

SEABAD RAKYAT INDONESIA
                  BERPARLEMEN



                                                   anggota saya kiri, dan pada akhir tahun tersebut, sebanyak 21,000
                                                   tahanan memenuhi penjara dengan tuduhan yang berkenaan dengan
                                                   politik. Pada tahun 1952, Kabinet Wilopo melepaskan banyak tahanan
                                                          199
                                                   politik. Sejumlah 14,000 dari orang-orang yang ditahan kemudian
                                                   bebas, meskipun masih tunduk pada beberapa aturan yang ketat.


                                                   4.4 DPR dan Permasalahan Politik,

                                                   Hukum, serta Keamanan Negara
                                                         Pada tahun 1952, pemerintahan Kabinet Wilopo
                                                   menghadapiperistiwa 17 Oktober 1952 yang diinisiasi oleh kelompok
                                                   militer. Apa yang terjadi pada tanggal 17 Oktober dan sesudahnya
                                                   hanya dapat dipahami secara utuh dan jelas dengan melihat perjuangan
                                                   parlemen selama tiga bulan sebelumnya, yang mendapat kritikan
                                                   keras dari pihak TNI, khusunya TNI-Angkatan Darat (TNI-AD). Surat
                                                   yang dilayangkan oleh Kolonel TNI-AD, Bambang Supeno, ke bagian
                                                   Pertahanan-Parlemen dan pendekatannya kepada Presiden Sukarno
                                                   yang menentang atasan militernya. Suratnya memuat sejumlah kritik
                                                   spesifik dan tuduhan umum bahwa kebijakan militer pada waktu itu
                                                   terlalu menekankan pada peningkatan teknis sesuai dengan praktik
                                                   militer Barat dan mengesampingkan moral para tentara revolusioner.
                                                   Dalam pembahasan parlementer yang diikuti perasaan-perasaan
                                                   partai terangkat ke tingkat yang belum pernah terjadi di Indonesia
                                                   pasca-revolusi.
                                                         Perlu diketahui bahwa pasca-Revolusi, tentara Republik
                                                   Indonesia memiliki komposisi anggota yang heterogen. Terdapat
                                                   tentara yang mengikuti pendidikan militer dari Belanda, tentara yang
                                                   mendapatkan pelatihan dari Jepang, maupun anggota paramiliter yang
                                                   turut berjuang pada masa perjuangan kemerdekaan di antara tahun

                        Perlu diketahui            1945 hingga tahun 1949. Dalam refleksi tentang perang gerilya yang
                                                   ditulis pada awal tahun 1950-an, Jenderal AH Nasution menyatakan
                         bahwa pasca-
                                                   pandangan bahwa:
                      Revolusi, tentara

                   Republik Indonesia                          “Gerilya   tidak   dapat   hanya   menekankan

                  memiliki komposisi                           pertempuran tetapi juga harus menekankan aspek
                                                               politik-psikologis  dan  sosio-ekonomi  ....  Seorang
                         anggota yang
                                                               pemimpin  militer  akan  gagal  jika  ia  membatasi
                             heterogen.                        dirinya sendiri atau terbatas pada urusan militer


                                                   199   H. Nordholt. 2011. Indonesia in the 1950s: Nation, modernity, and the post-colonial
                                                      state. Bijdragen Tot De Taal-, Land- En Volkenkunde, 167(4), h. 394.




                                       dpr.go.id   200





         02 B BUKU 100 DPR BAB 4 CETAK.indd   200                                                                  11/19/19   10:48 AM
   196   197   198   199   200   201   202   203   204   205   206