Page 202 - BUKU DUA - UPAYA MENYATUKAN KEMBALI REPUBLIK INDONESIA 1950-1960
P. 202

PARLEMEN D ALAM PER ALIHAN
                                                                       DEWAN PER WAKILAN R AKYAT  1952 – 1954



                                                               semata karena dia tidak akan mampu melaksanakan
                                                               perang  politik,  propaganda  dan  ekonomi  yang
                                                               mutlak penting untuk kemenangan.” 200


                                                         Selama tahun-tahun setelah pengalihan kedaulatan pada
                                                   tahun 1949, tentara berdiri di pinggir-pinggir politik, tetapi dengan
                                                   pernyataan darurat militer pada tahun 1957, peran non-militer dari
                                                   tentara berkembang pesat.
                                                         Selain dari sumber pelatihannya, terdapat anggota tentara yang
                                                   merupakan pemimpin lokal di wilayah tertentu hingga anggota muda
                                                   yang direkrut untuk mengikuti perang gerilya. Partai-partai politik,
                                                   yang mengakui militer sebagai salah satu pusat kekuasaan yang paling
                                                   penting, seringkali berhasil dalam upayanya untuk mendapatkan
                                                   perhatian dari kelompok-kelompok ini. Dengan kondisi ekonomi
                                                   memburuk sebagai akibat dari kemerosotan harga bahan baku, dan
                                                   adanya penurunan kepercayaan dalam kerangka nasionalis demokratik,
                                                   perjuangan partai tumbuh semakin kuat di bulan-bulan sebelum
                                                   Oktober 1952. Perdebatan di parlemen yang panjang tentang urusan
                                                   tentara dan peristiwa-peristiwa yang mengikutinya, menuntunnya ke
                  Selain dari sumber               isu perebutan kekuasaan sehingga mencapai klimaks di pertengahan

             pelatihannya, terdapat                bulan Oktober 1952. 201
                      anggota tentara                    Pada awalnya, sasaran utama serangan parlementer adalah
                    yang merupakan                 posisi kuat Partai Sosialis di dalam angkatan bersenjata. Tetapi

                   pemimpin lokal di               ketika serangan itu berkembang menjadi jelas bahwa pendukung
                                                   terkuatnya juga berarti menarik jatuh seluruh kabinet Wilopo. Tujuan
                     wilayah tertentu              ini mendominasi tahap terakhir dari perdebatan. Semakin banyak
             hingga anggota muda                   masalah kemudian menjadi satu, yaitu antara kabinet dan parlemen,
                 yang direkrut untuk               karena pendukung kabinet menolak hak legislatif untuk mengambil

                   mengikuti perang                keputusan dalam hal-hal seperti kebijakan personil dan tuduhan
                                                   korupsi. Pada 16 Oktober, DPR melakukan perhitungan jajak pendapat
                                 gerilya.          yang menghasilkan jumlah 91 berbanding 54 suara yang meloloskan
                                                   mosi Manai Sophian dari P.N.I. – sebuah mosi yang menurut Menteri
                                                   Pertahanan, Sultan Hamengku Buwono IX, akan mempertimbangkan
                                                   salah satu dari ketidakpercayaan pada dirinya sendiri karena itu
                                                   menyiratkan perlunya perubahan dalam kepemimpinan militer. Ketika
                                                   Partai Sosialis dan kedua partai Kristen dijanjikan dukungan Sultan


                                                   200 Abdul Haris Nasution, (1964), Pokok-Pokok Gerilja, Jakarta: Pembimbing Masa, h. 23, 47. (Lihat
                                                      juga Crouch, H. (1975). Generals and Business in Indonesia. Pacific Affairs, 48(4), 519-540.)
                                                   201  Herbert Feith, (1954), op.cit., h. 240-1. (Terkait relasi antara militer dan politik lihat Daniel S. Lev.
                                                      (1963). The Political Role of the Army in Indonesia. Pacific Affairs, 36(4), 349-364.)




                           SEJARAH DEWAN PERWAKILAN RAKYAT   201
                             REPUBLIK INDONESIA 1918 – 2018




         02 B BUKU 100 DPR BAB 4 CETAK.indd   201                                                                  11/19/19   10:48 AM
   197   198   199   200   201   202   203   204   205   206   207