Page 301 - BUKU DUA - UPAYA MENYATUKAN KEMBALI REPUBLIK INDONESIA 1950-1960
P. 301
SEABAD RAKYAT INDONESIA
BERPARLEMEN
mengajukan resolusi kepada komite politik PBB, yang isinya adalah
meminta Majelis Umum untuk mengundang Indonesia dan Belanda
untuk menyelesaikan masalah sengketa Irian Barat dengan damai dan
sesuai dengan azas PBB, kemudian meminta Sekretaris Jenderal PBB
membantu kedua belah pihak dalam mengimplementasikan resolusi,
serta melaporkan kemajuan yang telah dicapai dalam persidangan
berikutnya. 363
Dalam pemungutan suara pada Sidang Majelis Umum ke-22 PBB,
pada 29 November 1957, resolusi yang diajukan Indonesia kembali gagal,
karena 2/3 suara tidak tercapai. Hal ini juga tidak dapat terlepas dari
364
negara-negara Barat yang masih memberikan dukungannya kepada
Belanda dan dukungan tersebut makin kuat dengan adanya pengaruh
perang dingin yang akhirnya membuat dunia terpolarisasi dua kubu,
yaitu blok Barat dan blok Timur. Dengan adanya hasil tersebut, hal
ini kemudian makin memperkuat posisi Belanda yang tidak ingin
menyerahkan Irian Barat dan bahkan untuk membicarakannya saja
mereka sudah tidak mau lagi.
Kegagalan kesekian kalinya yang dialami oleh Indonesia di PBB
menjadi titik balik diberlakukannya politik “Jalan Lain”, yang ditempuh
pada menjelang akhir tahun 1957. Dalam hal ini, Indonesia harus bersiap-
siap untuk menempuh cara tegas demi mendapatkan Irian Barat. Politik
Jalan Lain yang coba diberlakukan oleh pemerintah Kabinet Djuanda
memiliki beberapa tujuan, yaitu mempercepat pengembalian Irian
Barat ke dalam wilayah kedaulatan RI, kemudian untuk mempercepat
pelaksanaan dasar-dasar ekonomi nasional, dan memperbaiki
kedudukan Indonesia dalam dunia internasional, yang hingga kini
Kegagalan kesekian masih sangat terbatas karena hubungan Indonesia dan Belanda yang
365
kalinya yang dialami tidak sehat. Langkah awal dari pemberlakuan Politik Jalan Lain adalah
pada 1 Desember 1957, pemerintah mengumumkan pemogokan umum
oleh Indonesia di terhadap warga Indonesia yang bekerja di perusahaan, perkebunan,
PBB menjadi titik dan pabrik milik Belanda. Kemudian dilanjutkan dengan kebijakan
366
balik diberlakukannya nasionalisasi yang dilakukan terhadap aset dan perusahaan Belanda.
politik “Jalan Lain”, Kebijakan nasionalisasi yang dilaksanakan diantaranya adalah dalam
bidang perhubungan, perusahaan pelayaran milik Belanda, KPM,
yang ditempuh pada yang sebelumnya memonopoli pelayaran antarpulau di Indonesia,
menjelang akhir mulai diambilalih kepemilikannya. Untuk mengisi kekosongan yang
tahun 1957. 363 Ibid, hlm. 40.
364 Alexander Aryesam, 1997, Masalah Irian Barat dan Gagasan Pembentukan Negara Papua
(1949–1962), Skripsi Program Studi Ilmu Sejarah FIB UI, hlm. 59-60.
365 Kementerian Penerangan RI, op.cit, hlm. 21.
366 Martin Sitompul, op.cit, hlm. 41.
dpr.go.id 302
02 B BUKU 100 DPR BAB 6 CETAK.indd 302 11/19/19 9:22 AM