Page 296 - BUKU DUA - UPAYA MENYATUKAN KEMBALI REPUBLIK INDONESIA 1950-1960
P. 296

PARLEMEN D AN UPAYA
                                                                                         MENGGAPAI K ONS TITUSI
                                                                                                  B AR U,1957 - 1960


                                                   panglima tentara di daerah-daerah dengan para pimpinan mereka di
                                                   Jakarta. Selain itu hal penting lainnya adalah akibat gagalnya sistem
                                                   politik di Indonesia. Sejak Indonesia belum diakui sebagai sebuah
                                                   negara yang berdaulat sampai kini, sistem politik, dalam hal ini
                                                   adalah sistem birokrasi yang berjalan, dapat dikatakan masih belum
                                                   memuaskan. Masih terdapat banyak sekali celah dalam birokrasi di
                                                   Indonesia sehingga kemudian menimbulkan sebuah kebingungan.
                                                   Sistem birokrasi di Indonesia masih sangat terikat dengan partai
                                                   politik yang berkuasa, sehingga partai yang berkuasa berhasil membuat
                                                   para pengikutnya menjadi tulang punggung birokrasi, baik di pusat
                                                   maupun daerah. Hal ini kemudian diperparah dengan berbagai
                                                   kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh kabinet-kabinet yang berkuasa
                                                   lebih banyak hanya menjadi sebuah semboyan saja dan ditambah lagi
                                                   adanya upaya-upaya dari kabinet yang berkuasa untuk melakukan
                                                   “droping pegawai”, yaitu membuka peluang bagi orang-orang tertentu
                                                   untuk menduduki jabatan-jabatan penting demi meraih keuntungan
                                                   materiil. 349  Contohnya adalah mengirimkan orang-orang Jawa ke
                                                   daerah-daerah lain di luar Jawa untuk mengisi jabatan-jabatan penting
                                                   yang berada di sana.
                                                         Apa yang terjadi kemudian menimbulkan permasalahan, karena
                     Apa yang terjadi              orang-orang hasil “droping pegawai” ini dianggap membawa misi dari
                              kemudian             pusat yang sifatnya sentralistik, sehingga daerah-daerah memiliki

                        menimbulkan                keterbatasan ruang gerak dan tidak diperkenankan untuk mengatur
              permasalahan, karena                 rumah tangganya sendiri. Apa yang terjadi kemudian memicu
                                                   respon berupa tuntutan “otonomi”. Tuntutan otonomi merupakan
                   orang-orang hasil               upaya yang dilakukan daerah untuk mendapatkan kebebasan dalam
               “droping pegawai” ini               mengatur pemerintahan dan urusan rumah tangganya sendiri. Dalam

               dianggap membawa                    hal ini, daerah ingin diberi hak penuh untuk mengatur hal-hal yang
                                                   berhubungan langsung dengan kesejahteraan rakyatnya, seperti dalam
                misi dari pusat yang               hal pengangkatan guru-guru, pembinaan kesenian, dan kebudayaan

               sifatnya sentralistik, ...          daerah. Sedangkan hal-hal lain yang terkait dengan kepentingan
                                                   nasional, seperti keamanan, politik luar negeri, dan industrialisasi
                                                   menjadi tanggung jawab pemerintah pusat. 350
                                                         Pemberontakan PRRI-Permesta yang terjadi pada masa Kabinet
                                                   Djuanda tidak dapat terlepas dari para golongan oposisi dari Partai
                                                   Masyumi dan PSI ynag mulai terdesak kedudukannya di pemerintahan
                                                   pusat. Bahkan beberapa elite politik dari partai-partai tersebut

                                                   349 R.Z Leirissa, 1997, PRRI-PERMESTA: Strategi Membangun Indonesia Tanpa Komunis, Jakarta:
                                                      Pustaka Utama Grafiti, hlm. 10.
                                                   350 Ibid.




                           SEJARAH DEWAN PERWAKILAN RAKYAT   297
                             REPUBLIK INDONESIA 1918 – 2018




         02 B BUKU 100 DPR BAB 6 CETAK.indd   297                                                                  11/19/19   9:22 AM
   291   292   293   294   295   296   297   298   299   300   301