Page 293 - BUKU DUA - UPAYA MENYATUKAN KEMBALI REPUBLIK INDONESIA 1950-1960
P. 293
SEABAD RAKYAT INDONESIA
BERPARLEMEN
22 tahun 1958); Penempatan semua perusahaan Belanda di bawah
penguasaan Pemerintah RI (P.P. No. 23 tahun 1958); dan Penempatan
perusahaan perkebunan/pertanian milik Belanda di bawah penguasaan
Pemerintah RI (P.P. No. 24 tahun 1958). 345
Dalam mengatasi kesulitan dana untuk membangun, Kabinet
Djuanda mendapatkan pinjaman dari Uni Sovyet sebesar 100 juta
USD yang diatur dalam Undang-Undang No. 9 tahun 1958. Selain itu,
pemerintah juga mengerahkan persetujuan pinjaman antara Republik
Indonesia dan Exim Bank Washington (Amerika Serikat), yang mana
persetujuan pinjaman ini diatur dalam Undang-Undang No.15 tahun
1958. 346
Dalam rangka pembangunan negara secara keseluruhan,
pemerintah merasa perlunya memberi kesempatan bagi daerah untuk
ikut serta membangun. Maka otonomi daerah perlu disempurnakan
sesuai dengan Undang-Undang No.1 tahun 1957 tentang Pokok-
Pokok Pemerintahan Daerah. Untuk itu, beberapa daerah Swatantra
1 menurut keadaan dan kebutuhan dipecah menjadi dua atau tiga
daerah tingkat 1 seperti Sumatera Utara-Tengah, Kalaimantan, dan
Maluku. Sementara itu, Swatantra Nusa Tenggara dijadikan tiga daerah
tingkat 1. Selain itu, dibentuk beberapa Daerah Swatantra tingkat II
baru. Kepada daerah-daerah Swatantra 1 telah diserahkan beberapa
tugas Pemerintah Pusat secara berangsur seperti tugas di lapangan
bimbingan dan perbaikan sosial, tugas urusan perumahan, urusan lalu
lintas jalan dan tugas-tugas lain di luar tugas-tugas yang yang telah
terlebih dahulu diserahkan seperti urusan perikanan laut, kehutanan,
dan karet rakyat. 347
Selama melakukan pembangunan, pemerintah menemui
berbagai masalah terkait pembangunan negara. Masalah yang
terpenting ialah terkait dengan keamanan. Dengan demikian,
pembangunan Angkatan Perang, selaku pihak yang berkewajiban
untuk memelihara dan mengembalikan keamanan negara, merupakan
syarat yang mutlak. Masalah kedua ialah terkait pengadaan alat
Selama melakukan transportasi antarpulau. Untuk persoalan Angkatan Perang maka
pembangunan, pemerintah memesan senjata dari luar negeri. Terkait hal itu,
pemerintah pemerintah tidak mempedulikan dari mana asalnya senjata-senjata
tersebut. Selama senjata-senjata tersebut dapat dijangkau oleh
menemui berbagai pemerintah maka pemerintah akan membelinya. Begitu juga dengan
masalah terkait persoalan alat transportasi antarpulau, pemerintah memesan pesawat
terbang dan kapal laut dari luar negeri. Pemesanan alat-alat untuk
pembangunan kebutuhan Angkatan Perang dan alat transportasi antarpulau dari
negara berbagai negara itu telah berjalan lancar meskipun terkadang pihak
345 Pardomuan Siregar, op.cit., 1989, hlm. 34.
346 Kementerian Penerangan RI, op.cit., 1958, hlm. 14.
347 Ibid, hlm. 15.
dpr.go.id 294
02 B BUKU 100 DPR BAB 6 CETAK.indd 294 11/19/19 9:22 AM