Page 288 - BUKU DUA - UPAYA MENYATUKAN KEMBALI REPUBLIK INDONESIA 1950-1960
P. 288
PARLEMEN D AN UPAYA
MENGGAPAI K ONS TITUSI
B AR U,1957 - 1960
beranggapan bahwa pembentukan Kabinet Karya merupakan suatu
pelanggaran, karena melanggar UUDS yang ketika itu masih berlaku
dan juga melanggar tata tertib ketatanegaraan serta norma-norma
demokrasi. Penolakan terhadap pembentukan Kabinet Karya ini
terlihat ketika kabinet menyampaikan program kerjanya ke DPR,
dimana fraksi dari Partai Masyumi melalui juru bicaranya, Burhanuddin
Harahap menganggap bahwa prosedur pembentukan kabinet tidak
proporsional dan masih tidak jelas. 329
Selain itu, kritik terhadap pembentukan Kabinet Karya juga
datang dari Mawardi Noor, Mohammad Natsir, dan Mohammad Hatta.
Bagi Mawardi, Kabinet Karya adalah Kabinet Haram Jadah karena bukan
bagian yang sah dari parlemen, meskipun kemudian Ketua Mahkamah
Agung, Wirjono Prodjodikoro menyatakan kabinet ini sah dengan alasan
keadaan darurat. Menurut Natsir, pembentukan Kabinet Karya ini
merupakan pelanggaran terhadap Undang-Undang Dasar. Sedangkan
Hatta mengkritik dengan merujuk pada pasal 83 Undang-Undang Dasar
yang menyebutkan bahwa kedudukan presiden sebagai kepala negara
tidak dapat diganggu gugat. Dalam hal ini presiden tidak memiliki
tanggung jawab politik secara langsung. Oleh karena itu, presiden
tidak bisa menunjuk dirinya sendiri sebagai formatur kabinet, karena
Sebagai kabinet yang bagaimana mungkin Sukarno sebagai warga negara akan bertanggung
tidak menitikberatkan jawab kepada dirinya sendiri yang merupakan seorang presiden. 330
pada kekuatan Selain kritik-kritik yang dilancarkan terkait dengan pembentukan
DPR dan juga tidak kabinet ini, Djuanda selaku perdana menteri, juga harus menghadapi
berbagai masalah, diantaranya adalah masalah ketegangan antara
disusun atas kehendak Presiden Sukarno dengan Wakil Presiden Moh. Hatta, dimana pada
DPR, bukan berarti tahun 1956 Hatta mengundurkan diri dari kursi wakil presiden,
hubungan antara kemudian pergolakan daerah akibat ketimpangan antara pusat dengan
kabinet dengan DPR daerah, dan masalah pengembalian Irian Barat yang juga belum mampu
diselesaikan oleh kabinet-kabinet sebelumnya.
memburuk, ... Sebagai kabinet yang tidak menitikberatkan pada kekuatan DPR
dan juga tidak disusun atas kehendak DPR, bukan berarti hubungan
antara kabinet dengan DPR memburuk, meskipun ada fraksi partai
politik yang kontra terhadap kabinet. Kabinet dalam hal ini perdana
menteri tetap menghormati DPR sebagai lembaga legislatif negara,
yaitu dengan tetap mempertanggungjawabkan segala aktivitas
329 Insan Fahmi Siregar, Pasang Surut Politik Masyumi dalam Pemerintahan 1945–1960, (Forum Ilmu
Sosial, Juni 2008, Vol. 35, No. 1) hlm. 26.
330 Lukman Hakiem, 100 Tahun Mohammad Natsir: Berdamai dengan Sejarah (Jakarta: Republika,
2008), hlm. 178.
SEJARAH DEWAN PERWAKILAN RAKYAT 289
REPUBLIK INDONESIA 1918 – 2018
02 B BUKU 100 DPR BAB 6 CETAK.indd 289 11/19/19 9:22 AM