Page 329 - BUKU DUA - UPAYA MENYATUKAN KEMBALI REPUBLIK INDONESIA 1950-1960
P. 329
SEABAD RAKYAT INDONESIA
BERPARLEMEN
parlementer yang pusat kekuasaan berada di tangan partaiopartai
menuju sistem presidensial yang cenderung otoriter dengan Presiden
Sukarno sebagai pemeran utamanya.
Penetapan-penetapan presiden sebagai upaya pelaksanaan
Dekrit Presiden 5 Juli 1959, seperti yang telah dijelasksan sebelumnya,
semakin memperjelas kekuasaan yang terpusat pada presiden.
Meskipun lembaga-lembaga tinggi negara tetap bekerja, lembaga
baru dibuat untuk menggantikan lembaga lama, dan dibentuk pula
DPAS, akan tetapi Presiden Sukarno tetap melaksanakan kekuasaannya
secara dominan dengan dalih kondisi darurat. Terlebih lagi lembaga-
lembaga negara yang dibentuk memiliki komposisi yang didominasi
oleh anggota dari partai-partai pendukung presiden.
6.6.1 Bubarnya Konstituante dan
Dibentuknya MPRS
Langkah lainnya yang ditempuh presiden pasca dekrit adalah
pembubaran Konstituante selaku lembaga pembuat konstitusi yang
digantikan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara. Narasi
yang muncul kala itu, bahkan bertahan dalam narasi sejarah hingga kini,
adalah gagalnya Konstituante dalam melaksanakan tugasnya membuat
undang-undang dan gagal pula melakukan upaya konstitusional untuk
menyepakati usulan pemerintah kembali ke Undang-undang Dasar
1945. Adnan Buyung Nasution dalam studi doktoralnya berpendapat
Langkah lainnya bahwa argumen tersebut tidak memiliki bukti yang mendukung.
yang ditempuh Pada kenyataannya Konstituante tidak diberi kesempatan untuk
presiden pasca dekrit menyelesaikan upayanya melakukan kompromi atas perdebatan
adalah pembubaran ideologi saat melakukan penyusunan undang-undang dasar, padahal
kemungkinan untuk tercapainya kompromi sangatlah terbuka dan
Konstituante selama dua setengah tahun masa kerjanya, Konstituante sendiri telah
selaku lembaga mencapai keputusan penting tentang upaya membentuk negara yang
pembuat konstitusi konstitusional. Hasil-hasil yang dicapai Konstituante, diantaranya
yang digantikan penegasan terhadap komitmen demokrasi, penegasan komitmen
terhadap HAM, dan pengakuan atas masalah kekuasaan.
414
oleh Majelis Perlu dipahami pula, kesempatan tidak diberikan sepenuhnya
Permusyawaratan kepada Konstituante karena dalam perkembangan pemerintahan
Rakyat Sementara. di tahun-tahun genting, yakni 1957 sampai dengan 1959, Sukarno
414 Lihat kesimpulan studi menganai Konstituante dalam Adnan Buyung Nasution, op.cit., hlm.
409-414.
dpr.go.id 330
02 B BUKU 100 DPR BAB 6 CETAK.indd 330 11/19/19 9:22 AM