Page 46 - BUKU DUA - UPAYA MENYATUKAN KEMBALI REPUBLIK INDONESIA 1950-1960
P. 46
DPR RIS D ALAM UPAYA
MEMB ANGUN NEGAR A FEDER AL
Westerling dengan APRAnya menolak pembubaran Negara Pasundan.
Di Bandung, Mantan Kapten pasukan Depot Speciale Troepen
(DST – Pasukan khusus KNIL) Raymond Pierre Paul Westerling, yang
mengatasnamakan pemimpin Angkatan Perang Ratu Adil (APRA)
telah mengirimkan untimatum kepada Pemerintah RIS dan Negara
Pasundan agar mereka diakui sebagai tantara Negara Pasundan,
sekaligus menolak dibubarkannya Negara Pasundan (sebagai catatan
pada waktu itu di kalangan pemimpin Negara Pasundan sudah ada
wacana membicarakan dibubarkannya Negara Pasundan dan kembali
ke Negara Kesatuan RI (NKRI). Tak lama setelah itu, tepatnya pada 23
Januari 1950, masyarakat kota Bandung dikejutkan oleh aksi kolektif
yang disertai tindak kekerasan oleh sekelompok orang bersenjata yang
kemudian sebagai tentara APRA.
Kehadiran tantara bersenjata APRA pimpinan Kapten Westerling,
yang datang memasuki kota Bandung sekitar pukul 4.30 itu sebenarnya
sudah terpantau oleh pihak kepolisian negara maupun masyarakat yang
Kenyataan ada di sekitar kota Bandung. Mereka tidak terlalu peduli atau curiga
ini membuat dengan kehadirannya, karena sejak dicapai kesepakatan gencatan
bersenjata antara pihak RI dan Belanda menjelang diselenggarakannya
Westerling dengan KMB - pemandangan semacam itu di kota Bandung dan sekitarnya
APRAnya menolak sudah menjadi pemandangan biasa. Karena itulah polisi yang sedang
pembubaran Negara bertugas tidak merasa curiga melihat kedatangan rombongan
bersenjata.
Pasundan. Para polisi baru menyadari kesalahannya ketiga orang-orang
bersenjata itu menyergap dan melucuti senjata mereka, seperti
terjadi di pos polisi Cimindi, Cibeureum, dan Pabrik Mekaf (make-up).
Demikian pula halnya masyarakat sipil kota Bandung, mereka terkejut
sekaligus panik ketika rombongan bersenjata yang baru turun dari
truk dan sepeda motor itu mulai menembak ke berbagai arah, serta
menembaki setiap anggota TNI yang mereka jumpai. Berita tentang
aksi dan keganasan tentara APRA itu akhirnya sampai ke telinga
Letnan Kolonel Sutoko, Staf Kwartir Divisi Siliwangi. Sebagai perwira
menengah Staf Kwartir Divisi, ia sempat bimbang mendengar berita
itu. Namun kebimbangan itu cepat terusir oleh kedatangan pasukan
APRA yang mengepung dan menyerangnya markasnya, yang hanya nota
bene hanya dipertahankan oleh 15 orang dan tambah beberapa perwira
staf lainnya. Dalam pertempuran yang tidak seimbang itu, semuanya
gugur, kecuali Letkol Sutoko, Letkol Abimanyu serta seorang perwira
lainnya berhasil meloloskan diri dari kepungan.
Nasib tidak beruntung justru menimpa Letnan Kolonel Lembong
dan ajudannya Leo Koilota. Pada waktu serangan terhadap markas
Kwartis Divisi terjadi, ia sedang di rumahnya. Begitu mendengar suara
SEJARAH DEWAN PERWAKILAN RAKYAT 41
REPUBLIK INDONESIA 1918 – 2018
02 B BUKU 100 DPR BAB 2 CETAK.indd 41 11/19/19 10:01 AM