Page 233 - BUKU KATA FADLI CATATAN KRITIS DARI SENAYAN
P. 233
Dr. Fadli Zon, M.Sc
Perubahan pandangan tersebut mengkonfirmasi jika selama ini
klaim pemerintah memang tidak akurat. Sebab, masalah-masalah yang
baru diakui oleh pemerintah tadi sebenarnya telah diingatkan sejak lama
oleh sejumlah ekonom, termasuk oleh Partai Gerindra.
Kalau kita belajar dari krisis tahun 1998, ukuran kuatnya fundamental
ekonomi itu memang bukan terutama di angka pertumbuhan, atau inflasi,
tapi di soal defisit transaksi berjalan. Selama Orde Baru, misalnya, jika
dilihat dari angka pertumbuhan ekonomi, capaian kita sangat ajaib. Rata-
rata pertumbuhan kita waktu itu mencapai 7-8 persen per tahun.
Tapi kenapa kemudian bisa rontok begitu mudah pada 1998? Kalau
saya pelajari datanya, sejak 1969 hingga 1998, kita ternyata hanya beberapa
kali saja mengalami surplus transaksi berjalan. Salah satunya adalah karena
terjadi bonanza minyak pada awal tahun 1970-an. Sisanya defisit, dan
angkanya terus membengkak.
Pertanyaan berikutnya, jika perekonomian kita terus-menerus
mengalami defisit transaksi berjalan, kenapa kita baru mengalami krisis
pada 1998? Di sinilah pelajaran pentingnya. Sebelum krisis, perekonomian
kita sangat dimanjakan oleh derasnya arus modal asing yang masuk.
Jadi, kita hidup karena modal asing, bukan karena kinerja ekspor, atau
kemampuan produksi dalam negeri. Terbukti, begitu modal asing itu
berhenti masuk, kita segera jatuh ke jurang krisis yang mengerikan.
Kita seharusnya memperbaiki kemampuan produksi dalam negeri
dan memproduksi nilai tambah yang lebih besar atas komoditas-komoditas
lokal unggulan. Ini yang selama ini telah diabaikan. Selama ini kita tidak
pernah punya strategi industrialisasi yang jelas. Selain dimanjakan oleh
arus modal asing, kita juga dimanjakan oleh kekayaan sumber daya alam.
Jika pada masa Orde Baru kita dininabobokan oleh booming
harga minyak, maka sesudah Reformasi kita sempat dininabobokan oleh
booming harga komoditas. Masalahnya, begitu era tersebut berakhir, kita
baru sadar masih menjadi negara terbelakang yang hanya bisa menjual
bahan mentah belaka, belum beranjak banyak dalam membangun industri
manufaktur. Akibatnya daya saing kita terus menurun.
Itu sebabnya, menurut saya, selain defisit transaksi berjalan ukuran
234 KATA FADLI