Page 236 - BUKU KATA FADLI CATATAN KRITIS DARI SENAYAN
P. 236

TARIK ULUR  BAB X
                                                                         FREEPORT




                                                 (1)

                            JANGAN TARIK KASUS FREEPORT
                                     KE SOAL-SOAL LAIN





                            ARI Kamis, 9 Maret 2017, bertempat di Gedung Nusantara II,
                            saya membuka Seminar yang diadakan oleh Badan Keahlian
                            DPR  RI.  Seminar  yang bertajuk  “Freeport:  Quo  Vadis?”  itu
                            membahas kekisruhan yang terjadi antara PT Freeport
               HIndonesia dengan pemerintah Republik Indonesia. Hadir
                 sebagai pembicara adalah Prof. Dr. Hikmahanto Juwana, Dr. Chandra
                 Yusuf, dan Dr. Ahmad Redi.
                      Dalam sambutan saya menyampaikan bahwa seminar yang
                 diselenggarakan  Badan  Keahlian  DPR  RI  itu  merupakan  kegiatan
                 pendukung (support system) atas fungsi legislasi dan pengawasan DPR.
                 Harapannya, melalui seminar tersebut DPR bisa mendapatkan masukan
                 dan menemukan solusi atas permasalahan terkait PT Freeport Indonesia.
                      Seperti kita ketahui bersama, masalah Freeport hingga kini masih
                 buntu. Paling tidak ada dua persoalan yang belum memiliki titik temu.
                 Pertama, terkait kewajiban Freeport untuk melakukan pengolahan dan
                 pemurnian hasil tambang di dalam negeri. Dan kedua, terkait ketentuan
                 divestasi saham hingga 51 persen yang harus dilakukan Freeport.

                      Tentu kita menghormati sikap pemerintah yang mencoba berpegang
                 pada UU No. 4/2009 tentang Mineral dan Batubara dalam bernegosiasi
                 dengan Freeport. Kita memang harus menempatkan kepentingan nasional
                 di tempat pertama. Namun, pemerintah juga harus konsisten, jangan
                 sampai mereka menyusun peraturan pelaksana, seperti misalnya Peraturan
                 Pemerintah atau Peraturan Menteri, yang tidak konsisten dengan undang-
                 undang.
                      Inkonsistensi itu bisa membuat investor berpikir bahwa semua
                 peraturan yang kita buat pada dasarnya bisa dipermainkan. Pada akhirnya
                 itu bisa membawa kesulitan sendiri bagi pemerintah ketika mereka benar-




                                                                  CATATAN-CATATAN KRITIS  239
                                                                         DARI SENAYAN
   231   232   233   234   235   236   237   238   239   240   241