Page 402 - BUKU KATA FADLI CATATAN KRITIS DARI SENAYAN
P. 402
Dr. Fadli Zon, M.Sc
Kebayoran. Dia waktu itu ditugaskan untuk menangkap Sumitro. Namun,
tulis Jopie, penangkapan itu tak pernah dilakukan Priyatna.
Priyatna saat itu sudah dikenal sebagai jaksa dengan reputasi
terhormat dalam pemberantasan korupsi. Ia telah mengibarkan namanya
dalam gerakan pemberantasan korupsi sejak masih bertugas di Kejaksaan
Tinggi Bandung. Saat menyambangi Sumitro, Priyatna datang sebagai
aparat PARAN (Panitia Retooling Aparatur Negara), sebuah lembaga
antikorupsi yang didirikan pada 1957 dan dipimpin A.H. Nasution.
Secara terus terang Priyatna menyampaikan jika dia datang
sebenarnya hanya karena disuruh atasannya saja. Namun, sebagaimana
dicatat para pemeriksa CPM, Sumitro memang tak bersalah, sehingga tak
ada alasan untuk menangkap atau menahannya. Pada saat itulah Priyatna
kemudian menyarankan agar Bung Cum, demikian panggilan Sumitro
kala itu, untuk menghilang. Menurut Abdul Muis Chandra, mantan
anggota Pemuda Sosialis Indonesia (PESINDO), diceritakan jika Priyatna
sendirilah, dengan ditemani Batara Simatupang, yang kemudian akhirnya
mengantarkan Sumitro ke Merak, Banten.
Sejumlah buku sejarah mencatat, dari Merak Sumitro kemudian
naik perahu motor ke Lampung, lalu naik kereta api ke Palembang, dan
perjalanannya berakhir di Padang, yang saat itu menjadi pusat pergerakan
PRRI. Jadi, Priyatna membiarkan Sumitro pergi karena yakin tokoh Partai
Sosialis Indonesia itu tak bersalah. Dan bukan hanya membiarkannya
pergi, ia bahkan disebut ikut mengantarkannya.
Dua tulisan di Tirto dan Historia tadi, secara umum saya nilai
memang bersifat tendensius, karena mengabaikan konstruksi peristiwa
secara lengkap dan tak memiliki itikad untuk menguji asumsi-asumsi yang
dibangunnya.
Tulisan Hendri F. Isnaeni di Historia secara jelas bahkan bisa
dianggap sengaja mengaburkan fakta. Ia menulis bahwa Sumitro tidak
pernah memenuhi panggilan CPM (Corps Polisi Militer) hingga tiga kali,
di mana pada pemanggilan ketiga ia kemudian bukan hanya mangkir,
tapi bahkan melarikan diri. Tulisan ini bertendensi fitnah dan cenderung
bersifat disinformatif. Ini bentuk “korupsi” sejarah.
Sebab, jika Hendri memang benar-benar membaca buku biografi
422 KATA FADLI