Page 178 - BUKU SATU - DARI VOLKSRAAD KE KOMITE NASIONAL INDONESIA PUSAT 1918-1949
P. 178
Volk sr aad PERIODE 1931 – 1942
Sukarno masih diundang sebagai tamu kongres PPPKI dalam
perkembangannya ketika itu. Dalam konferensi di Sala, pada tanggal
30 April sampai 1 Mei 1932, ia menyatakan bahwa solidaritas internal
yang telah ia pupuk selama ini rupanya terancam buyar. Kegagalan
untuk membangun persatuan, menurut pendapatnya, adalah karena
PSII masih tetap berada di luar, sedang Partindo dan PNI Baru
keduanya sama-sama enggan bergabung. Hal ini mengganggu Sutomo
yang ketika itu ada dalam Majelis Pertimbangan. Gobee, penasihat
Inlandsche Zaken, agaknya sangat iri terhadap posisi kepemimpinan
dirinya di PPPKI. Nampaknya, ia kesal ketika yang lain memimpin
dengan cara merebut perhatian umum. Posisi semacam itulah yang
mungkin membuatnya terpilih kembali sebagai anggota Majelis
Pertimbangan pada 2 Januari 1932, di samping adanya kritik terhadap
pidatonya.
Kejadian yang menggemparkan seputar ordonansi bagi sekolah
liar cukup menyita perhatian. Sejak 1923, Pemerintah Kolonial
Hindia Belanda begitu bernafsu untuk mengendalikan pemerataan
pendidikan dengan mensponsori pendidikan swasta. Pengurangan
361
anggaran karena depresi ekonomi berpengaruh pula terhadap
Kejadian yang pemotongan anggaran pendidikan, sehingga keadaan ini mendorong
menggemparkan berkembangnya sekolah-sekolah tak berizin yang disebut sebagai
sekolah liar. Melalui ordonansi yang muncul pada September 1932,
seputar ordonansi Pemerintah Kolonial berusaha menghentikan perkembangan sekolah
bagi sekolah liar tersebut dengan dalih bahwa sekolah ini menerapkan standar yang
cukup menyita rendah. Selanjutnya, guru-guru sekolah swasta yang tidak bersubsidi
perhatian. Sejak 1923, harus mendapatkan ijin tertulis pejabat pemerintah setempat supaya
bisa mengajar. Di samping itu, mereka juga harus membuktikan bahwa
Pemerintah Kolonial mereka tidak akan mengancam ketenteraman dan ketertiban umum
Hindia Belanda melalui pengajaran yang diberikannya. 362
Permasalahan tentang ini dijawab dengan pedas oleh Ki Hajar
begitu bernafsu Dewantara dan yang lainnya, bahwa pendidikan di bawah standar
untuk mengendalikan masih lebih baik daripada tidak ada pendidikan sama sekali. Mereka
pemerataan juga khawatir akan apa yang dimaksudkan dengan standar oleh
pendidikan dengan Pemerintah Kolonial. Dengan demikian, ordonansi itu benar-benar
mensponsori merupakan ancaman terhadap aspirasi pendidikan nasional. Ki Hajar
Dewantara memandang ordonansi tersebut memang komprehensif
pendidikan swasta. dan jelas menghambat kesempatan pendidikan bagi rakyat. Usul
361 Staatsblad No. 219 tahun 1925
362 Handelingen Volksraad 1932-1933, hlm. 1647-1654
175
A BUKU SATU DPR 100 BAB 03 CETAK.indd 175 11/18/19 4:50 AM